Showing posts with label Transportation. Show all posts
Showing posts with label Transportation. Show all posts

Friday, March 26, 2021

Review: LATAM 767-300ER Economy Class Sao Paulo-Guarulhos to Lima

Sama seperti Rio de Janeiro, Sao Paulo memiliki dua airport yakni Congonhas yang kebanyakan melayani rute domestik dan Guarulhos yang kebanyakan melayani rute internasional. Kedua bandara ini jaraknya sekitar 36 km. Untuk memudahkan penumpangnya, masing-masing maskapai seperti LATAM dan GOL menyediakan bus gratis untuk perpindahan bandara.


Karena saya baca Sao Paulo itu kalo macet bener-bener parah, saya pilih penerbangan yang total transitnya 6 jam, jaga-jaga perpindahan bandara memakan waktu lebih lama dari biasanya yakni 1 jam. Namun ternyata waktu itu perjalanan dapat dikatakan lancar dan saya tiba di Guarulhos 1 jam kemudian.




Tuesday, March 23, 2021

Review: LATAM Brasil A319 Economy Class Rio de Janeiro-Santos Dumont to Sao Paulo-Congonhas

Berbeda dengan bandara Galeao yang merupakan pusat penerbangan internasional, bandara Santos Dumont hanya melayani rute-rute domestik. Kalau di Jakarta mungkin ibarat Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusumah.




Begitu sampai di bandara saya langsung menuju counter check-in untuk memasukkan bagasi ke pesawat. Penumpang kelas ekonomi LATAM mendapatkan bagasi sebesar 23kg. Berhubung tiket saya terdapat pergantian bandara ketika transit di Sao Paulo (dari Congonhas ke Guarulhos), bagasi saya hanya diantarkan sampai Congonhas. Saya harus mengambil bagasi tersebut dan melakukan check-in ulang di bandara Guarulhos. Namun boarding pass sampai Cusco udah bisa dicetak.

 
Karena setelah menyelesaikan check-in saya masih punya banyak waktu, jadilah saya berkeliling bandara. Ada toko souvenir 2016 Summer Olympics yang akan dilaksanakan di Brazil pada Agustus 2016 dan di sana lah saya menemukan Havaianas edisi Olympics yang akhirnya saya beli buat kenang-kenangan. Udah disayang-sayang tapi tetep aja setahun setelah dipake sendalnya putus.. sedih :(
 

Tuesday, September 22, 2020

Batal ke Keukenhof dan Menuju Brussels dengan Thalys First Class

Ketika merencanakan liburan ini, kunjungan ke Keukenhof merupakan salah satu agenda utama karena saya tiba di awal Mei yakni musimnya tulip bermekaran. Namun ketika sudah memutuskan untuk melanjutkan ke Brazil dan Peru, saya menemukan bahwa tiket pesawat lebih murah jika terbang dari Brussels, bukan Amsterdam. Supaya bisa mengunjungi negara baru sekalian, akhirnya saya membatalkan rencana ke Keukenhof untuk melihat tulip dan membeli tiket kereta Thalys menuju Brussels.


Walaupun sudah landing di Amsterdam, pesawat saya tidak kunjung tiba di gate. Setelah beberapa tahun kemudian ketika baca blog Zilko saya tau kalau sepertinya saya mendarat di landasan Polderbaan yang memang jauh sekali dari terminal. Awalnya saya masih berminat untuk mencoba memaksakan ke Keukenhof, namun karena pesawat butuh waktu lama untuk tiba di gate akhirnya rencana tersebut benar-benar batal.

Ketika mendekati imigrasi, perasaan saya agak deg-degan karena sebelumnya saya ditanya cukup detail: berapa hari di Belanda, nginep di mana, dan diminta bukti reservasi hotel. Khawatir ditanya-tanya, kali ini saya pilih petugas yang lebih muda dengan asumsi tidak banyak nanya. Ternyata saya masih ditanya akan berapa lama di Amsterdam. Nggak mau menjelaskan lebih lanjut kalau saya akan pergi ke Brussels dalam beberapa jam, saya bilang 1 malam di Amsterdam. Kemudian dia menanyakan lagi akan ke mana setelah itu dan saya jawab bahwa saya akan terbang ke Rio de Janeiro. Reaksi dia “wow, you’re going to Rio. Enjoy partying there!” dan kemudian paspor saya dikembalikan sudah dengan cap masuk Belanda. Hore!

Berhubung kereta menuju Brussels baru akan berangkat jam 18.30 sore sementara waktu itu masih jam 15.00, saya sempet bingung mau ke mana. Sebenernya untuk ke kota cuma butuh 25-30 menit dengan kereta api, namun karena saya bawa koper yang besar dan harus bayar lagi, saya memutuskan untuk di bandara aja. Ternyata keputusan tersebut sangat tepat karena nggak lama setelahnya perut saya kembali sakit dan saya kembali mengosongkan perut dalam 30 menit mendatang.

Friday, September 18, 2020

Review: Qatar Airways 777-300ER Economy Class Doha to Amsterdam

Penerbangan berikutnya dalam liburan kali ini adalah dari Doha, Qatar menuju Amsterdam, Belanda. Saya transit di Doha selama 2 jam. Kali ini transitnya tidak lama karena 2 penerbangan ini berada dalam 1 tiket, sehingga jika pesawat sebelumnya terlambat atau delayed, pihak maskapai lah yang akan bertanggungjawab untuk mengantarkan kamu ke tujuan akhir.


Pengalaman transit yang nggak lama biasanya saya mudah lupa. Namun entah kenapa saya masih inget kejadian pagi itu. Setibanya di Doha saya langsung sibuk cari toilet karena perut saya sudah tidak enak. Ketika ketemu langsung duduk dan blasss keluar semua itu kayaknya makanan. Setelah lebih lega, saya berjalan menuju gate untuk melanjutkan penerbangan ke Amsterdam.


Penerbangan dari Doha dan Amsterdam menggunakan pesawat Boeing 777-300ER. Pesawat yang saya naiki kala itu adalah pesawat yang kelas ekonominya sudah dibuat lebih padat di mana konfigurasinya berubah dari 3-3-3 ke 3-4-3. Selain itu kursinya juga menjadi lebih tipis.



Wednesday, September 9, 2020

Review: Qatar Airways A340-600 Economy Class Kuala Lumpur to Doha

Pertama kali terbang dengan A340-600!

Tidak lama setelah counter check-in Qatar Airways dibuka pada pukul 23.00 (3 jam sebelum jadwal terbang), saya langsung check-in untuk penerbangan saya menuju Amsterdam via Doha. Check-in berjalan mulus dan saya memasukkan koper saya ke bagasi. Penumpang Qatar Airways mendapatkan jatah bagasi seberat 30kg.

Jadwal penerbangan malam di KLIA

Sebelum masuk ke gate, saya mengunjungi toilet dulu untuk mengosongkan isi perut. Entah kenapa dulu suka takut sakit perut karena nahan pup kalo terbang lama. Selain nggak nyaman ketika pup di pesawat, saya juga nggak enak sama orang sebelah saya kalo harus mondar-mandir ke toilet berhubung saya sukanya duduk di deket jendela. Setelah menunaikan hajat, saya masuk ke gate dan sudah melihat pesawat A340-600!!

Boarding gate

Qatar Airways QR853
Kuala Lumpur (KUL) to Doha (DOH)
STD: 02.00
STA: 05.30
Airbus A340-600

Ini pertama kalinya saya naik flying pencil, julukan dari A340-600 karena bentuknya yang panjang. Boarding tepat waktu jam 01.00 dan saya excited banget! Pilih untuk duduk di kursi 16K yang posisinya di depan mesin supaya bisa lihat mesinnya. Kereen!

Quad engine!

Friday, June 26, 2020

Huru-Hara Refund Tiket Pesawat Karena COVID-19

Siapa sangka 2020 bakal jadi se-berwarna ini! Dimulai dari banjir besar di Jakarta dan sekitarnya sampai kamar saya kerendem, dan sekarang dunia sedang mengalami pandemi COVID-19. Karena travel restriction ada di mana-mana, rencana liburan saya yang seharusnya di bulan April lalu dan Juli mendatang harus ditunda. Ada 10 reservasi tiket pesawat dengan 9 maskapai yang harus saya ubah atau bahkan batalkan. Berhubung lumayan beragam jenis tiketnya, saya mau menceritakan pengalaman saya mengurus ini semua.


Saya akan mengurutkan dari yang paling mudah sampai yang bikin istighfar dan memasuki masa “yaudahlah biarin, belom rejekinya”.

1. Japan Airlines Business Class
Metode: menggunakan miles Alaska Airlines Mileage Plan

Akhir Juli mendatang saya dan keluarga sudah berencana untuk berangkat ke Jepang untuk menyaksikan Summer Olympics 2020. Sejak pada 2018 tau ada “trick” stopover Japan Airlines yang membuat terbang ke Jepang dengan business class-nya Japan Airlines lebih terjangkau (pulang pergi sekitar Rp 9 juta per orang), saya pesen tiketnya dari September tahun lalu ketika reservasi untuk tanggal yang saya inginkan dibuka. Maklum harus jauh hari soalnya beli tiket untuk 3 orang.

Foto dari adek saya yang udah duluan coba JAL Business Class SkySuite III pas birthday trip dia tahun lalu

Ketika COVID-19 menjadi pandemi di bulan Maret, sejujurnya saya masih berharap kondisinya membaik. Namun sampai awal Juni masih belum ada tanda-tanda membaik bahkan Tokyo 2020 dibatalkan. Akhirnya hari Minggu lalu saya iseng cek reservasi tiket pesawat saya dan ternyata sudah dibatalkan juga penerbangannya. Langsung hubungi Alaska Airlines via Twitter (cepet banget jawabnya, sumpah!) dan diarahkan untuk hubungi via online chat (keren!). Dalam 13 menit tiket saya sudah dibatalkan, dan selesai chat saya buka account dan milesnya langsung masuk! Takjub banget beneran, malah jadi cari tiket-tiket berikutnya karena punya miles berlebih #eh. Tax and fees-nya sendiri masuk hari Rabu kemarin ke kartu kredit, sekitar 3 hari setelah saya minta refund. Salut dengan Alaska Airlines!

Online chat with Alaska Mileage Plan

Status per 25 Juni: refund sudah kembali, baik miles maupun taxes

Tuesday, January 9, 2018

Terbang ke Amerika dan Eropa dengan Qatar Airways Mulai Rp5 Jutaan PP!

Quick Update 2: per 10 Januari jam 20.00 WIB sepertinya kode kupon udah nggak bisa menghasilkan diskon, malah harganya jadi naik s.d. 3x lipat! Semoga ini hanya sementara kayak kemarin sore… Aamiin.

* * *

Quick Update 1: nemu kombinasi rute yang lebih murah ternyata, jadi judul postnya ikut berubah :D Terima kasih buat Anonymous yang share rute seharga Rp5.3 juta.

* * *

Sama seperti tahun sebelumnya, Qatar Airways kembali menggelar promo tiket pesawat secara global, alias tersedia di semua rutenya.


Kalau lihat di halaman promonya, promo berlangsung mulai hari ini (9 Januari) hingga 16 Januari 2018. Periode terbangnya hingga 10 Desember 2018, dengan black-out date (harga promo tidak tersedia) 9 Juni - 10 September 2018.

Judul dari mereka sih "Diskon hingga 35%", tapi kalau saya bandingin di rute yang sama beberapa hari lalu masih sama aja harganya. Eh tapi ternyata ada triknya supaya dapet diskon s.d. Rp2 juta! Beberapa rute (well actually cuma 2 sih berhubung saya mesti ngantor haha) yang saya cek harganya dari Rp8.7 juta jadi Rp6.7 juta aja. Lumayan banget!

Sebelum lihat harga promonya, ada baikya cek tulisan saya yang ini untuk mengetahui cara memesan tiket multi-city di web Qatar AirwaysCara Pesan Multi-City (penjelasan ada di bagian bawah)

Berikut harga "normal". Jakarta - Amsterdam lalu pulang Copenhagen - Singapore Rp8.72 juta.

Harga ada di kanan bawah (bisa klik untuk perbesar gambar)

Kalau ini Jakarta - New York lalu pulang Los Angeles - Singapore Rp8.67 juta. Well, lebih murah ke US ternyata.

Harga ada di kanan bawah (bisa klik untuk perbesar gambar)

Terus gimana biar dapet diskon s.d. Rp2 juta?

Wednesday, December 27, 2017

Birthday Trip 2017: New Airlines and Autumn in Japan

Setelah menyadari bahwa beberapa hari setelah saya berulang tahun ada long weekend (lagi), saya menyusun rencana mau liburan ke mana. Well, bukan liburan ke mana sih, tapi sama kayak tahun lalu, lebih ke liburan dengan maskapai apa. Saya udah 2 – 3 tahun belakangan ini pengen banget naik Cathay Pacific, terutama setelah sering baca One Mile at a Time yang suka banget dengan First Class-nya. Walaupun saya nggak belum bisa naik First Class, tapi tetep penasaran pengen coba. Udah gitu berhubung saya sebagai Sapphire member-nya oneworld, naik Cathay Pacific dapet benefit tambahan seperti lounge access (paling penting) dan benefit kecil lain kayak pilih kursi walaupun beli tiket ekonomi termurah, additional baggage (yang gak pernah kepake), priority lounge, priority check-in line, dan priority baggage handling.


Begitu tekad sudah bulat untuk naik Cathay Pacific, tahap berikutnya adalah menentukan tujuan. Dengan harga tiket Rp3 juta PP, kalo ke Hong Kong aja kayaknya kurang puas berhubung jadinya cuma 2x naik Cathay-nya. Udah gitu harganya nggak beda jauh kalo hanya menjadikan Hong Kong sebagai transit point sebelum ke negara di Asia Timur kayak Taiwan (Rp4 juta), China (Rp4.8 juta), Korea (Rp5 juta), dan Jepang (Rp5 juta). Keempat negaranya udah pernah saya kunjungin sebelumnya, jadi sama aja sebenernya semuanya.

Korea langsung saya coret berhubung pengurusan visanya yang super rumit (NPWP, SPT –  ugh!). China.. yah masa China lagi padahal ulang tahun sebelumnya baru aja dari Beijing dan harus keluar uang buat bikin visa. Taiwan udah nggak perlu bikin visa berhubung punya visa Schengen yang multiple dan masih aktif, tapi terlalu deket dari Hong Kong. Yang paling make sense berarti cuma Jepang: udah jaraknya paling jauh dari Hong Kong, saya juga bisa apply visa waiver karena punya paspor elektronik. Untuk menentukan kota tujuan di Jepang, saya langsung pilih yang agak di utara: Tokyo atau Sapporo. Fukuoka, Osaka, dan Nagoya dicoret karena lebih di selatan posisinya. Sebenernya pengen banget ke Sapporo berhubung belum pernah, tapi dengan memilih Tokyo saya bisa naik Japan Airlines dengan di rute Tokyo – Hong Kong. No brainer sih, another oneworld carrier yang pengen saya cobain. Tokyo it is!

Maple leaves in autumn colors

Oh ya, berhubung birthday trip ini lagi-lagi fokus ke dunia aviasi dibanding tujuannya, saya pilih yang waktu transit di Hong Kong-nya se lama mungkin pas berangkat. Walaupun saya bisa transit kurang dari 2 jam, saya pilih yang transit 9 jam! Durasi transitnya lebih lama dari flight Jakarta – Hong Kong yang 4.5 jam ditambah Hong Kong – Tokyo yang 3.5 jam :)) Kenapa bela-belain transit lama? Karena Hong Kong International Airport ini salah satu major hub-nya Cathay Pacific dan oneworld, jadi banyak lounge kece yang bisa saya datengin sebagai oneworld Sapphire member. Biar nggak penasaran gitu nanti-nantinya :D

Sunday, August 14, 2016

Lika-Liku Menuju Machu Picchu

Machu Picchu bukanlah tempat wisata impian saya.

Terletak di Peru yang jauh sekali dari Indonesia sehingga menyebabkan tiket ke sana pasti sangat mahal membuat saya nggak kepengen banget ke sana. Oleh karena itu saya memasukkan 7 keajaiban dunia (entah versi siapa) yang tanpa Machu Picchu ke salah satu bucket list saya karena lebih achievable. Saya sudah sangat senang ketika bisa mengunjungi Taj Mahal sebagai tempat terakhir dari 7 objek wisata di awal tahun 2015 lalu.

Beberapa bulan setelah kerja dan menyadari tabungan saya cukup untuk diperas, saya kepikiran untuk ke Amerika Selatan. Tujuan utama saya Brazil, bahkan awalnya nggak kepikiran untuk include Peru. Tapi setelah ribet dan pusing sendiri, saya memutuskan untuk mengurangi waktu liburan saya di Brazil supaya bisa sekalian ke Peru demi Machu Pichhu. Thank God I did that!

Di tulisan kali ini saya belum akan menceritakan sejarah Machu Picchu dan bagaimana di dalamnya karena saya nggak tau banyak juga berhubung di sana mondar-mandir aja untuk menceritakan tempat istimewa tersebut butuh 1 pos tersendiri. Yaiyalah, kaki saya sampe gempor di sana masa cuma jadi 2 paragraf doang! Instead, di post kali ini saya akan ceritain "perjuangan" untuk ke Machu Picchu. Jangan dipikir ke Machu Picchu itu kayak ke Eiffel Tower yang ucuk-ucuk keluar stasiun Metro di Paris langsung keliatan ya. Perjalanan panjang kalian terbang puluhan jam dari Indonesia ke Lima yang merupakan salah satu pintu masuk utama Peru masih harus ditambah beberapa belas jam lagi sebelum akhirnya bisa menginjakkan kaki di Machu Picchu.
View During Ollantaytambo-Machu Picchu Journey PeruRail
Pemandangan dari dalam PeruRail menuju Aguas Calientes

Tuesday, September 1, 2015

Menuju Berlin dengan Kereta ICE dan City Night Line

Setelah menghabiskan waktu sambil selonjoran di waiting room Amsterdam Centraal, ternyata waktu sudah mendekati pukul 18.15. Saya langsung masuk ke kereta ICE 227 yang akan mengantarkan saya ke Oberhausen untuk transit sebelum melanjutkan perjalanan dengan kereta City Night Line (CNL) menuju tujuan akhir saya: Berlin. Amsterdam Centraal yang buanyak banget jalurnya bikin penumpang harus mastiin kereta yang mau dinaikin ada di jalur mana supaya nggak salah naik. Setelah saya yakin udah ada di track yang bener, saya naik kereta tersebut.
ICE 227 dengan rute Amsterdam Centraal – Frankfurt Hauptbahnhof
ICE 227 dengan rute Amsterdam Centraal – Frankfurt Hauptbahnhof

Sebagai penggemar kereta cepat (selain pesawat), saya seneng banget bisa nyobain ICE ini. ICE atau Intercity Express adalah salah satu jenis kereta cepat yang ada di Eropa. Selain ICE, masih ada banyak jenis kereta cepat di Eropa kayak Eurostar, Thalys, Renfe, dan sebagainya. Lumayan banget lah bisa nambahin log book kereta cepat saya setelah sebelumnya nyobain KTX di Korea, THSR di Taiwan, Maglev di China, dan Shinkansen di Jepang. ICE sendiri ada beberapa tipe, kayak ICE1, ICE2, dan ICE3. Bedanya itu ICE1 dan ICE2 kecepatan maksimalnya 175 miles/jam, sementara ICE3 itu 186 mile/jam. Saya kemaren dapetnya yang ICE3.

Seperti yang udah saya bilang sebelumnya, untuk perjalanan dengan ICE kali ini saya nggak pesen kursi karena mikirnya pasti dapet tempat duduk. Tapi ternyata saya salah dan kalo keretanya penuh, saya harus berdiri. Cuma kalo baca cerita orang di internet, cara buat duduk dengan tenang tanpa takut digusur adalah dengan liat layar kecil yang ada di atas masing-masing kursi. Layar kecil itu bakal nunjukin kursi itu ada yang pesen atau nggak. Selain itu dikasih tau juga orang di kursi itu bakal naik dan turun di stasiun mana. Kalo nggak ada tulisannya, berarti kursi itu nggak ada yang mesen. Canggih banget gak sih?! *kampungan* Jadi begitu saya masuk salah satu gerbong, saya langsung sigap nyari layar yang kosong dan duduk di kursi tersebut. Untungnya waktu itu rada banyak kursi kosong, jadi saya bisa duduk selama 2 jam dari Amsterdam ke Oberhausen. Hore!
Layar kecil di atas kursi ICE (credit to owner [Steven])

Thursday, July 30, 2015

Panduan Beli Tiket Kereta Antarkota di Eropa

Duilee berat bener judulnya "panduan", udah kayak manual book aja. Tapi yaudah ya.

Kalo kalian mendapatkan visa Schengen, kalian bisa dateng ke negara-negara anggota Schengen (kecuali United Kingdom) dan Swiss yang totalnya kurang lebih berjumlah 26 negara. Nah, mayoritas dari negara-negara itu terletak berdekatan satu sama lain. Jadi rasanya kalo ke Eropa itu pengennya muterin ke semua negara tersebut. Tapi berhubung keterbatasan waktu dan — tentu saja — uang, maka saya pilih beberapa negara yang saya mau aja.

Untuk berpindah dari satu kota ke kota lainnya atau dari satu negara ke negara lainnya di Eropa, ada banyak pilihan transportasinya. Ada pesawat, kereta api, bis, ferry, atau numpang mobil orang. Nah karena udah ada beberapa orang yang nanya, sekarang saya mau jelasin yang perjalanan dengan kereta api. Spesifiknya adalah cara beli tiket kereta api antarkota atau antarnegara di Eropa secara online. Baik kan sayaa? *pamrih*

Pertanyaan yang paling sering saya dapet tentang pertiketan kereta di Eropa ini adalah: Lewat website mana saya bisa pesen tiketnya?

Sunday, March 29, 2015

Surviving Delhi Metro

"Untung ya ada Metro di Delhi, bisa nyaman dan murah keliling kota" - said no one ever.
New Delhi Metro Station
New Delhi Metro Station

Menurut saya, maju atau tidaknya suatu kota dilihat dari ada atau tidaknya metro, subway, atau yang sejenisnya. Emang agak dangkal, tapi saya selalu merasa senang dan terbantu setiap datang ke kota yang punya subway atau metro.

Berdasarkan pengalaman saya sebelumnya, subway dan metro itu merupakan transportasi yang paling reliable dari segala aspek. Cepat, memiliki jadwal teratur, nyaman, menjangkau objek-objek wisata, dan yang paling penting: murah. Sebagai orang yang sering jalan-jalan sendiri, saya paling anti sama yang namanya taksi karena ongkosnya nggak bisa dibagi-bagi. Untuk bis, kalau nggak kepepet banget ya nggak naik. Intinya selama masih bisa naik subway atau metro, saya pasti milih itu.

Walaupun India sering dihubungkan dengan hal-hal yang kotor, tapi infrastruktur mereka dalam hal transportasi massal sudah lebih maju dibanding Indonesia. Sekarang ini, sudah banyak kota di India yang sudah terkoneksi dengan beberapa jalur metro, salah satunya Delhi. Delhi sendiri punya 5 jalur metro yang masing-masing jalurnya mencakup jarak antara 20 hingga 50 km.
Peta Delhi Metro Rail Network
Delhi Metro Rail Network Map (source)