Ketika merencanakan liburan ini, kunjungan ke Keukenhof
merupakan salah satu agenda utama karena saya tiba di awal Mei yakni musimnya tulip bermekaran. Namun ketika
sudah memutuskan untuk melanjutkan ke Brazil dan Peru, saya menemukan bahwa
tiket pesawat lebih murah jika terbang dari Brussels, bukan Amsterdam. Supaya
bisa mengunjungi negara baru sekalian, akhirnya saya membatalkan rencana ke Keukenhof
untuk melihat tulip dan membeli tiket kereta Thalys menuju Brussels.
Walaupun sudah landing di Amsterdam, pesawat saya tidak kunjung
tiba di gate. Setelah beberapa tahun kemudian ketika baca blog Zilko saya tau kalau
sepertinya saya mendarat di landasan Polderbaan yang memang jauh sekali dari
terminal. Awalnya saya masih berminat untuk mencoba memaksakan ke Keukenhof,
namun karena pesawat butuh waktu lama untuk tiba di gate akhirnya rencana
tersebut benar-benar batal.
Ketika mendekati imigrasi, perasaan saya agak deg-degan
karena sebelumnya saya ditanya cukup detail: berapa hari di Belanda, nginep di
mana, dan diminta bukti reservasi hotel. Khawatir ditanya-tanya, kali ini saya
pilih petugas yang lebih muda dengan asumsi tidak banyak nanya. Ternyata saya
masih ditanya akan berapa lama di Amsterdam. Nggak mau menjelaskan lebih lanjut
kalau saya akan pergi ke Brussels dalam beberapa jam, saya bilang 1 malam di
Amsterdam. Kemudian dia menanyakan lagi akan ke mana setelah itu dan saya jawab
bahwa saya akan terbang ke Rio de Janeiro. Reaksi dia “wow, you’re going to
Rio. Enjoy partying there!” dan kemudian paspor saya dikembalikan sudah dengan
cap masuk Belanda. Hore!
Berhubung kereta menuju Brussels baru akan berangkat jam
18.30 sore sementara waktu itu masih jam 15.00, saya sempet bingung mau ke mana.
Sebenernya untuk ke kota cuma butuh 25-30 menit dengan kereta api, namun karena
saya bawa koper yang besar dan harus bayar lagi, saya memutuskan untuk di
bandara aja. Ternyata keputusan tersebut sangat tepat karena nggak lama
setelahnya perut saya kembali sakit dan saya kembali mengosongkan perut dalam
30 menit mendatang.
Ketemu lagi saya dengan toilet Schiphol Airport yang cara nge-flush-nya
masih kagak jelas pake apaan. Sensor cahaya sih kayaknya, tapi entah kenapa
tetep aja susah keluar airnya jika ditutupin tangan terus dibuka lagi. Setelah trial-and-error,
akhirnya saya menemukan bahwa supaya air keluar dengan lancar yang harus dilakukan adalah:
dalam posisi duduk di toilet, senderkan badan kalian untuk menutupi sensor.
Setelah 3-5 detik, nunduk. Jadi ceritanya kita ngasih tau ke sensornya kalo
kita udah gak di bilik jadi dia bisa nge-flush. Hadeeeh bikin repot aja.
Kelar mengosongkan perut dan bergelut dengan flush toilet,
saya inget kalo di Schiphol ada tulisan iamsterdam kayak di Dam Square yang
saya belum sempet foto di kunjungan pertama karena nggak ketemu pas nyari haha.
Jadi lah saya keluar terminal dan… ADA TULIP!!! Jadilah saya foto-foto di sana.
Alhamdulillah bisa ngeliat tulip langsung walaupun 1 warna doang haha.
Ketika lagi duduk dan masih mendapatkan wifi dari gedung terminal,
saya menemukan bahwa ternyata Schiphol punya panorama terrace. Jadilah saya
masuk lagi dan menuju teras tersebut. Di teras tersebut ada pesawat Fokker 100
milik KLM. Entah kenapa saya memutuskan untuk tidak masuk ke pesawatnya padahal
orang-orang ada yang masuk.
Mungkin karena saya terlalu girang ngeliatin pesawatt! Seneng
banget liat pesawat dari atas banyak yang parkir. Udah kayak ngeliatin miniatur.
Setelah puas menghabiskan waktu di teras, saya menuju terminal
lagi. Kala itu saya melihat ada NS International Lounge. Berhubung tiket kereta
saya adalah rute international dan saya beli tiket first class (cuma beda 5 Euro
doang waktu itu antara 2nd class dengan 1st class), saya coba masuk.
Ternyata penumpang first class rute internasional memang
boleh masuk. Lounge-nya sepi banget waktu itu, sampai ada kalanya saya sama
petugasnya aja. Walaupun namanya lounge, jangan dikira ini kayak lounge pesawat
di bandara. Cuma ada minuman aja yang bebas ambil.
Sekitar jam 6 sore loungenya tutup dan berhubung kereta saya 30 menit lagi berangkat, saya menuju ke peron.
Ketika kereta Thalys tiba, saya masuk ke gerbong dan duduk
di kursi yang sesuai dengan tiket saya.
Perjalanan dari Schiphol Airport ke
Brussels memakan waktu sekitar 1,5 jam. Kereta hanya berhenti di beberapa stasiun
saja, salah satunya Rotterdam.
Perbedaan 2nd class dan 1st class di Thalys adalah layout
kursi. Kalau di 2nd class layoutnya adalah 2-2, di 1st class layoutnya 1-2.
Selain itu kursi 1st class memiliki head rest yang lebih besar. Leg room
mungkin sama saja ya. Ini pertama kalinya saya naik Thalys soalnya.
Selain perbedaan layout kursi, di perjalanan penumpang 1st
class ditawarkan snack dan minuman. Saya memilih (lupa deh tapi ada pilihan atau
nggak) semacam pie kecil dan air mineral. Yaa lumayan lah buat ngisi perut.
Setelah perjalanan selama 1,5 jam saya tiba di Brussels Midi Station. Akhirnya, tanggal 5 Mei jam 20.00 waktu Belgia, saya bisa keluar dari area bandara setelah berada di dalam area bandara sejak 4 Mei jam 12.00 di Jakarta. Nggak sabar untuk eksplor kota baru!
Ngakak baca ke toilet mulu dan pengamalan flush nya.. we have the same problem :)
ReplyDelete