Tuesday, March 16, 2021

Batal Liburan

Hari ini merupakan hari terakhir saya cuti dari rangkaian 6 hari cuti. Ini pertama kalinya saya ambil cuti setelah 1 tahun bekerja dari rumah. Terakhir kali saya cuti itu di Desember 2019 dalam rangka birthday trip. Niatnya saya mau bepergian untuk melepas penat, ditambah ada 2 produk pesawat yang ingin saya coba karena pas banget ada kesempatannya. Namun rencana tinggal lah rencana ketika pesawat tidak mau terbang. Jadi begini ceritanya…

Pertama kali dapet cap cancel di paspor...

Sabtu, 6 Maret 2021
Seperti yang saya sempat bilang di tulisan tentang tes swab PCR, destinasi yang saya tuju mengharuskan saya untuk menunjukkan hasil tes negatif Covid-19 yang diambil 72 jam sebelum kedatangan. Karena saya akan beberapa kali transit, saya harus tes di tanggal 6 Maret padahal flight saya malam harinya. Deg-degan banget berasa lagi nunggu visa. Karena kalo ternyata positif, ibarat visa di-reject. Malah lebih parah karena selain nggak bisa berangkat, keluarga saya juga harus ikut tes dan deg-degan ditambah saya juga harus isolasi mandiri. Namun alhamdulillah 6 jam setelah tes saya mendapatkan hasil negatif. Alhamdulillah!
 
Sekitar jam 9 malam saya berangkat ke bandara naik Grab karena Golden Bird mahal banget, biasanya Rp125.000-160.000, kemaren ngecek hampir Rp300.000. Satu jam kemudian saya tiba di bandara dan melakukan check-in di counter Qatar Airways. Pertama kali ke bandara lagi setelah 13 bulan dan sepi banget!



Counter Qatar Airways sendiri jauh lebih ramai dibanding perkiraan saya, karena ada rombongan juga.


Selesai check-in, karena mendapatkan akses lounge, saya menghabiskan waktu di sana. Lounge Garuda Indonesia lebih sepi lagi, selama 1-1,5 jam di sana tidak lebih dari 10 penumpang di dalam. Makanan sistemnya tetap buffet jadi saya rada ngeri. Akhirnya ambil yang udah disajikan aja kayak buah dan mousse.




Mendekati jam boarding di tengah malam saya menuju gate dan ketika berjalan ke gate 6 yang tertera di boarding pass saya liat papan informasi yang menyebutkan bahwa gate pindah ke 2B. Wah, jauh banget! 



Minggu, 7 Maret 2021
Pesawat dijadwalkan terbang jam 00.40 di tanggal 7 Maret dan boarding dijadwalkan pukul 00.00. Ketika jam 12 malam belum ada panggilan boarding. Jam 00.25 ada informasi bahwa akan ada keterlambatan dan akan dikabari lagi dalam 25 menit. Saya lihat sudah ada pesawat di gate 2B, cek di flightradar24.com juga pesawat sudah tiba dari Doha sejak jam 3 sore.
 
Jam 01.10 masih belum boarding juga dan dikabari informasi selanjutnya akan dalam 30 menit. Wah mulai deg-degan karena saya transit cuma 2,5 jam di Doha. Kalo boarding jam 01.40, ditambah proses keberangkatan sampai take-off, waktu transit saya bisa berkurang jadi 1 jam doang. Masih keburu sih soalnya dulu pernah transit cuma 50 menit dan tetap kekejar. Beberapa penumpang sudah mendatangi petugas karena mungkin transitnya lebih singkat. Saya ikut mendekat dan mendengar penjelasan bahwa pesawat lanjutan, jika tertinggal, akan diurus oleh Qatar Airways ketika tiba di Doha.
 
35 menit berlalu dan bukannya panggilan boarding yang terdengar, melainkan informasi bahwa akan diberikan update lagi 1 jam kemudian karena petugas masih melakukan pengecekan pesawat. Wah udah nggak ada harapan ini. Saya pasti ketinggalan pesawat lanjutan. 
 
Berhubung penerbangan lanjutan saya dengan Qatar Airways cuma terbang 1 hari sekali dan betapa terbatasnya pilihan flight lain dari Doha ke destinasi tersebut karena Covid, saya jadi coba cek apa saja flight yang bisa saya minta ketika tiba di Doha supaya tetap bisa tiba di tujuan di hari yang sama. Idealnya saya bisa tetap tiba di hari yang sama dengan jarak waktu yang tidak jauh dikarenakan saya ada pesawat lanjutan dengan maskapai lain yang sudah saya berikan jeda sekitar 5 jam. Sambil nunggu saya buka laptop dan coba cari-cari opsi lain untuk penerbangan lanjutan dengan maskapai yang berbeda tersebut. Untungnya beli tiketnya pakai miles dan ada fasilitas flexibility yang membuat saya bisa ubah flight tanpa dikenakan biaya tambahan. Ada opsi tapi tidak ideal karena flight saya akan downgrade dari first/ business class menjadi economy class. Penerbangannya panjang pula. Hadeeh.

Sekitar jam 2 pagi pihak Qatar Airways menginfokan bahwa disediakan minuman panas dan jus bagi yang haus.


Satu jam kemudian akhirnya terdengar panggilan boarding. Banyak penumpang sudah berbaris di depan meja scan boarding pass namun saying sekali 20 menit kemudian dikabarkan bahwa terjadi masalah dengan in-flight entertainment yang nggak bisa dinyalakan jadi harus nunggu pengumuman dalam 20 menit ke depan. Rasanya saya mau bilang aja gak usah lah itu entertainment dinyalain toh flightnya pagi buta juga, asal bisa tiba di Doha aja udah syukur.

Udah ngantri mau boarding lalu berujung harapan palsu

20 menit kemudian kembali ada pengumuman. Sayangnya bukan panggilan boarding, melainkan informasi bahwa ada snack yang disediakan yakni burger McDonald’s, kentang, dan minumannya.


Sekitar jam 4.45 saya ke mushola untuk solat Subuh dan ketika selesai saya dengar misuh-misuh di luar. “Alhamdulillah boarding juga akhirnya,” pikir saya. Begitu saya mendekat, ternyata petugas Qatar Airways menginfokan bahwa pesawat rusak dan masih belum bisa diperbaiki. Akhirnya penerbangan harus dibatalkan. Penumpang diminta mengikuti petugas untuk bisa keluar area keberangakatan dengan membatalkan cap di paspor terlebih dahulu. Kemudian menuju check-in counter untuk mengambil bagasi dan diinapkan di hotel sambil menunggu kabar dari Qatar Airways untuk jadwal penerbangan yang baru. Beruntungnya saya waktu itu karena memegang tiket business class sehingga proses lebih lancar dan cepat karena selalu dipanggil duluan.

Surat pembatalan penerbangan

Jam 5.30 saya kembali lagi di bagian check-in counter sambil nunggu bagasi datang. Mulai deh tuh lanjutin cari opsi pesawat lain karena kemungkinan besar perjalanan saya tertunda 24 jam. Hotel di tempat transit yang non-refundable juga harus diikhlasin dan saya harus cari hotel baru karena jadwalnya berubah dan hotel sebelumnya jadi mahal harganya.

Nunggu bagasi

Sekitar 1 jam kemudian bagasi saya tiba dan saya memberikan data diri supaya Qatar Airways bisa menginformasikan jadwal penerbangan baru untuk saya. Ketika itu saya dengar petugas Qatar Airways menginformasikan ke penumpang lain bahwa yang akan mengatur jadwal baru adalah pihak di Doha, namun jangan khawatir jika ada flight lanjutan yang tidak 1 tiket akan tetap diurus oleh Qatar Airways supaya penumpang bisa tiba di tujuan akhir. Wah baik banget mau ngurusin bahkan untuk tiket terpisah!
 
Penumpang diberikan 2 opsi, yakni menuju hotel yang disediakan Qatar Airways atau pulang. Transportasi antara bandara dan hotel akan disediakan oleh Qatar, sementara kalua pilih untuk pulang maka biaya taksi bisa di-reimburse. Kelihatannya hampir semua penumpang pilih menginap di hotel. Praktis dan nyaman juga. Pilihan hotelnya adalah Novotel Tangerang atau Ibis Gading Serpong, tergantung ketersediaan kamar.
 
Jam 8 pagi saya naik ke bis yang akan mengantarkan ke hotel. Niatnya naik business class, dapetnya malah naik bus… Nasib.


Ketika di perjalanan saya mendapatkan notifikasi dari aplikasi Qatar Airways bahwa tiket saya sudah diubah menjadi 1 hari kemudian dengan flight yang sama persis. Sesuai dugaan saya. Namun karena petugas di bandara bilang bahwa tiket lanjutan bisa diurus juga, ketika tiba di hotel saya akan tunggu informasi resmi dari tim di Doha dan negosiasi. 
 
40 menit kemudian tiba di Novotel Tangerang dan untungnya proses check-in berlangsung sangat lancar. Petugasnya sigap banget. Salut!

Sarapan dari hotel

Setibanya di hotel, ada beberapa urusan yang harus dikerjakan:
  1. Nego dengan Qatar supaya destinasi saya bisa diubah
  2. Ubah tiket pesawat lanjutan (yang gabung dengan tiket saya pulang ke Indonesia)
  3. Nego dengan hotel pertama ketika transit untuk tetap bisa refund walaupun sebenarnya non-refundable
  4. Pesan hotel baru di destinasi karena periode menginapnya berkurang dari 3 malam jadi 2 malam 
Supaya lebih tergambar, berikut itinerary penerbangan saya yang sudah dipesan:
  • Qatar Airways business class dari Jakarta ke Los Angeles via Doha (ini 1 kode booking pertama)
  • Alaska Airlines first class dari Los Angeles ke Boston via Seattle plus Japan Airlines first class dan business class dari Chicago ke Jakarta via Tokyo-Narita (ini 1 kode booking kedua)
  • American Airlines first class dari Boston ke Chicago via Charlotte
Rute perjalanan saya

Karena poin 2 ini ada hubungannya dengan tiket saya pulang dan yang statusnya paling belum jelas, saya langsung fokus untuk bisa selametin tiket itu dulu, apalagi ada bagian perjalanan pulang ke Indonesia. Pengalaman saya dengan maskapai ini selalu positif karena responsif banget dan prosesnya cepat ketika minta refund. Namun entah kenapa ketika minta modifikasi penerbangan ini kompleks banget dan bertele-tele. Harus melalui call center yang hold time-nya lama banget! Saya sampai ketiduran nungguin dan pas buka Skype ternyata udah nunggu 3,5 jam dan tidak tersambung juga!!!


Wah mulai stress sih saya waktu itu. Karena tiketnya ini nyambung dengan tiket pulang, saya khawatir kalo penerbangan Los Angeles ke Seattle belum saya ubah maka saya akan ditandai no-show dan semua tiket akan hangus. Sampai jam 1 siang masih belum ada hasil untuk mengubah penerbangannya. Akhirnya saya inisiatif sendiri untuk mengubah approach. Daripada minta ubah flight yang gak nyambung-nyambung call centernya, saya coba untuk minta refund aja karena sebelumnya bisa lewat chat dan milesnya biasanya balik ke account dalam kurang dari 1 jam setelah selesai chat. Seperti yang saya duga, proses refund berlangsung dengan sangat cepat dan saya dapat konfirmasi bahwa saya dapat full refund untuk miles dan taxes-nya juga. Estimasi dari mereka 7-10 hari, namun dari 3x pengalaman saya miles masuk ke account saya dalam kurang dari 1 jam dan cash masuk dalam 1 minggu.
 
Urusan dengan Alaska sudah selesai dan berikutnya adalah nego dengan Qatar. At this point hotel untuk transit di Seattle sudah saya request untuk dibatalkan dan nice try untuk minta full refund karena flight saya di-cancel. Saya request via chat di Marriott Bonvoy app dan sebelum saya bisa lihat respon-nya, reservasi saya sudah hilang aja. Jadi saya gak tau juga nasibnya hangus atau bisa balik uangnya.
 
Ketika ketiduran nungguin hold-nya Alaska Airlines, ada nomor telepon Qatar yang hubungi saya. Langsung saya telpon balik untuk nego. Long story short, ternyata Qatar hanya bisa mengurus destinasi berbeda di tiket terpisah hanya jika ada penerbangan dengan Qatar Airways. Karena tujuan akhir saya Boston dan idealnya saya bisa tetap tiba di tanggal 8 Maret, saya sempat buka website Qatar Airways dan menemukan opsi flight dengan Qatar Airways ke Dallas lalu lanjut American Airlines ke Boston. Dengan peraturan tersebut, saya bisa tetap terbang ke Los Angeles atau destinasi lainnya seperti Dallas atau bahkan Boston namun dengan flight non-stop dari Doha. Flight Doha - Boston sendiri baru ada tanggal 10 Maret jadi bukan opsi buat saya. Ditambah flightnya akan dioperasikan oleh A350-900, bukan A350-1000 yang menjadi salah satu tujuan perjalanan saya kali ini. Akhirnya saya bilang setuju dengan penerbangan yang tetap ke Los Angeles.
 
Urusan sepertinya sudah selesai, lalu saya makan siang. Makan siang diantarkan ke kamar sekitar jam 2 siang dan saya diminta untuk tanda tangan bill aja. Harganya Rp250.000 net loh! Mahal banget padahal kayak menu biasa ayam goreng mentega gini haha. Gapapalah yang penting gratisan.


Selesai makan saya buka account Alaska Airlines saya untuk cek miles yang seharusnya sudah masuk. Nope, belum ada ternyata. Tumben banget. Tiap 15 menit dalam 1,5 jam ke depan saya terus cek account Alaska saya. Hasilnya tetap nihil jadi saya nanya lagi ke mereka via chat. Ternyata mereka bilang kemungkinan besar akan masuk dalam 7 hari karena prosesnya manual. Wah mulai stres saya saat itu. Udah sampai di Los Angeles lalu ke Boston gimana caranya kalo miles-nya belum masuk?! Masa harus beli tiket cash? Masa beli miles lagi supaya bisa book tiket pulangnya sekalian? Udah gitu kalo beli miles dan redeem ulang, flight Seattle ke Boston yang 5 jam itu akan di ekonomi padahal harganya sama kalo ada seat first class yang available. Hadeh!
 
Saat itu terlintas di pikiran saya untuk membatalkan perjalanannya aja karena jadi nggak lucu liburan buat refreshing malah jadi pusing dan nggak tenang. Ditambah sengaja pilih semua flight yang nyaman tapi ujungnya harus ada yang di economy class, 5 jam pula. Akhirnya saya coret-coret pro dan kontranya kalo memutuskan untuk membatalkan liburan ini.

Kontranya tentu saja segala pengeluaran yang tidak bisa kembali seperti tiket Qatar Airways yang jadwal barunya udah saya setujuin, tiket dari Boston ke Chicago via Charlotte dengan American Airlines first class, hotel 1 malam di Seattle, 2 malam di Boston yang baru saja saya pesan, serta 3 malam di Chicago, sampai SIM card yang udah beli. Bahkan saya sudah pesan hotel isolasi mandiri di Jakarta untuk 6 hari setelah kembali dari liburan yang juga non-refundable. Sebenernya saya beli asuransi sih, tapi kalo batalin perjalanannya karena inisiatif sendiri sepertinya bakal ditolak jadi saya juga gak mencoba.

Ditambah bahwa tujuan perjalanan ini juga tidak bisa tercapai, yakni mencoba 2 produk airlines. Produk pertama adalah naik pesawat A350-1000. Bonusnya adalah naik Qsuite-nya Qatar Airways lagi dan durasi flight selama hampir 16 jam. Dengan jarak 8.300 miles antara Doha dan Los Angeles, flight ini akan menjadi flight terpanjang saya setelah sebelumnya terbang antara Hong Kong dan New York-JFK dengan jarak 8.000 miles. Produk kedua adalah first class-nya Japan Airlines di Boeing 777-300ER antara Chicago dan Tokyo-Narita dengan durasi hampir 13 jam.
 
Di sisi lain, pro-nya berupa menghindari stres yang sangat tidak diperlukan karena ketidakjelasan Alaska Airlines, tidak perlu tes PCR lagi supaya bisa lihat-lihat kota Boston karena tes PCR saya akan expired, dan tidak perlu karantina di Jakarta dan bayar tes PCR lagi.
 
Waktu itu udah jam 7 malam, 2 jam sebelum jadwal kembali ke bandara. Saya sudah dalam kondisi 80% yakin akan membatalkan perjalanan. Sisa 20% adalah karena berat mengikhlaskan miles dan taxes Qatar Airways yang mungkin akan hangus. Sehingga dalam 2 jam terakhir tersebut saya coba hubungi Qatar Airways untuk meminta refund. Setelah terhubung lagi, ternyata saya masih tetap eligible untuk dapat full refund baik miles dan taxes karena flight saya dibatalkan maskapai. Namun sayangnya ada masalah dengan tiket saya dan mereka perlu berkoordinasi dengan pihak Qatar Airways di bandara Soekarno-Hatta terlebih dahulu sebelum bisa proses refund-nya. Setelah telepon berakhir saya cek manage my booking dan reservasi saya masih bisa dibuka.
 
Saya makan malam dulu yang kembali disediakan oleh Qatar Airways dan lagi-lagi harganya Rp250.000 net padahal lauknya hanya dendeng dan kentang dan sambal ati.


Selesai makan saya packing karena jika memang tiketnya masih bermasalah, saya akan tetap ke bandara untuk mengurus full refund tiket saya. Pada titik ini keputusan saya sudah matang untuk membatalkan perjalanan. Jam 9 ketika saya ingin check out, saya cek reservasi di manage booking lagi dan sekarang sudah tidak bisa diakses!! Bahagia banget saya waktu itu. Akhirnya saya check out dari hotel dan pesan Grab untuk pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Ayah, Mama, dan adek kaget karena saya belum bilang kalo akhirnya batalin perjalanan.

* * *

For the second time ever, I decided to voluntarily cancel a trip. Sama-sama nggak mudah keputusannya, tapi kalau dipikir lagi alasannya hampir serupa: menolak untuk stres ketika liburan. Hal ini dikarenakan sekalinya saya tau bakal stres tapi tetap berangkat, hasilnya adalah liburan yang tidak bisa dinikmati dan jatohnya apes. Liburan dimulai dengan ketinggalan pesawat, lari-lari berasa di film action, lalu ketinggalan pesawat untuk kedua kalinya. Stres banget waktu itu. Plus ketika pandemi gini emang sebaiknya di rumah aja deh. Ke luar kota atau luar negeri itu ada risiko lebih tinggi terkena Covid, nggak bisa banyak eksplor, dan juga pengeluaran ekstranya itu loh. Buat orang yang jenis liburannya sering pindah ini bisa-bisa habis banyak ongkos untuk tes PCR. Belum lagi karantinanya. Semoga vaksin cepet bisa dijadikan syarat untuk jalan-jalan lagi supaya liburannya bisa kembali normal. Aamiin!

Menghabiskan Cuti di Rumah
Nggak pernah kepikiran kalo saya akhirnya cuti dari rumah, apalagi di periode work from home gini yang berasa blur jam kerja dengan jam istirahat. Beberapa hal yang saya lakukan untuk menikmati cuti dari rumah adalah sama sekali tidak buka laptop kantor, set status di Slack “On Vacation”, aktifin snooze di Slack jadi nggak ada push notification, lalu alokasi waktu 1-2 jam tiap harinya untuk cek email dan Slack in case ada yang urgent.
 
Hasilnya tidak diduga karena ternyata cuma 1 orang yang akhirnya force kirim notifikasi di Slack. Sisanya gak ada yang kirim berarti saya anggap nggak urgent-urgent amat. Positifnya ternyata cuti dari rumah dengan langkah-langkah di atas ngaruh juga untuk gak mikirin kantor. Negatifnya adalah jadi insecure; apakah sebenernya saya sudah tidak sebegitunya diperlukan lagi? Haha ada-ada aja pikirannya :))
 
Selama cuti ini saya juga berhasil melakukan apa yang saya rencanakan ketika di Amerika. Karena tau lagi pandemi gini, saya nggak ada niat banyak ke luar hotel, paling cuma mau liat The Bean di Chicago. Makanya pilih hotelnya pun yang lumayan bagus biar nyaman karena rencananya adalah selesain tulisan The Long Way to South America dan siapin beberapa video YouTube. Ternyata eh ternyata 3 hari di awal cuti sudah tercapai semuanya. Produktif banget!
 
Kebiasaan cuti di atas kayaknya mau saya terapkan juga ketika weekend dan mungkin weekday di luar working hour supaya bisa punya waktu istirahat yang baik. Menarik banget ilmu baru ini!

3 comments:

  1. Ketika baca aku kaget destinasinya US Ky karena border restrictions; tapi kemudian baru sadar Indonesia nggak termasuk dalam daftar yang dilarang masuk yah, hahaha.

    Anyway, iya kok kalau mau liburan tapi jatuhnya malah stress sendiri mah jadi percuma ya. Plus ketika lagi pandemi gini juga bepergian (apalagi kalau jauh(an)) ada rasa was-wasnya sendiri juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yess, US salah satu destinasi yang masih menerima turis Indonesia tanpa banyak peraturan.

      Delete
  2. iya keputusan nya tepat,drpd pusing mikiran akomodasi, malah ga bs nikmatin tujuan cuti nya.

    ReplyDelete