Sebagai orang yang rutin baca One Mile at a Time, saya jadi
kebanyakan bermimpi pengen naik business dan first class berbagai maskapai.
Seneng karena bisa merasakan jadi orang penting dalam beberapa jam, sedih
karena harga business dan first class itu mahal banget jadi sebenernya suka
sayang sama uang (atau miles) yang dikeluarkan.
Setelah Ben menuliskan review business class-nya Oman Air
dan kemudian mengeluarkan daftar jenis kursi business class terbaik, saya
penasaran dengan Apex Suite yang reviewnya bagus sekali dan dinobatkan sebagai
kursi business class terbaik kedua, di bawah Qsuite (yang terima kasih karena
“racun” dari dia juga saya pernah mencobanya).
Oleh karena itu begitu Oman Air kasih harga yang murah
ditambah promo dari Traveloka yang menyebabkan tiket PP dari Jakarta ke Paris
bisa didapatkan dengan harga Rp 4,5 juta dan terlebih lagi Oman Air punya
program bid upgrade dimana penumpang bisa membayar untuk upgrade dari ekonomi ke bisnis, saya langsung issued
tiket. Sempet bingung mau bid upgrade apa nggak karena harganya sama kayak
tiket PP padahal business class-nya cuma 1 aja dari 4 flight, tapi akhirnya saya memutuskan untuk
bid dan dapet! Daripada saya pusing karena kepikiran bayar upgrade 1 flight
seharga tiket PP ke Eropa, saya memutuskan untuk melihatnya dari sudut lain,
yakni bayar tiket PP ke Eropa Rp 9 juta, bisa cobain salah satu business class
terbaik dunia!
Disclaimer: saya akan banyak melakukan perbandingan dengan
Qatar Airways karena jujur ekspektasi saya tinggi berhubung bayar (walaupun
diskonan) dan saya beranggapan Oman Air ini sedang membenahi diri supaya bisa
sejajar level prestige-nya dengan Middle East 3 (Emirates, Etihad, Qatar
Airways). Selain itu saya beberapa kali naik Qatar Airways juga jadi lebih tau
apa yang bisa didapatkan oleh penumpang business class.
CHECK-IN
Tiba di Muscat International Airport, saya menuju area
khusus penumpang business dan first class yang terletak di pojokan. Nggak
semegah area check-in-nya Qatar Airways di Doha, tapi tetep berasa
eksklusifnya. Sebagai penumpang business class saya mendapatkan jatah bagasi seberat 50kg. Karena saya member Sindbad Silver, dapet tambahan 10kg lagi jadi total 60kg.
Banyak terdapat kursi yang bisa dipakai sambil nunggu. Namun
karena malam itu kosong, jadi proses check-in berjalan dengan cepat. Selesai
check-in, ada jalur imigrasi khusus. Security check sebenernya masih sama
lokasinya dengan penumpang lain, tapi ada 2 line yang dikhususkan untuk
penumpang premium.
LOUNGE
Naik satu lantai untuk menuju business class lounge-nya Oman
Air. Ini akan saya tuliskan review-nya terpisah, tapi secara singkat: makanan
enak (banget!), kursi banyak, design cantik, tapi berasa sempit (sepertinya
karena ceiling yang rendah).
Oman Air WY849
Muscat (MCT) to Jakarta (CGK)
STD: 02.20 (GMT+4)
STA: 13.20+1 (GMT+1)
Boeing 787-9
BOARDING AND CABIN
Boarding sangat berantakan prosesnya. Semua penumpang
dipersilakan masuk ke pesawat secara bersamaan yang menyebabkan langsung pada
rusuh. Aneh banget karena 3 penerbangan saya sebelumnya dengan Oman Air
mempersilakan penumpang business class serta elite member Sindbad (frequent
flyer programnya) untuk masuk pesawat terlebih dahulu.
Terdapat 30 kursi business class yang terbagi menjadi 2
bagian, yakni bagian depan (antara pintu pertama dan kedua) ada 24 kursi dalam
4 baris dan 1 baris terletak bagian belakang setelah pintu kedua. Kursi
business class memiliki layout 2-2-2.
Denah kursi (source)
SEAT
Saya memilih duduk di kursi 15A yang terletak di bagian
belakang. Jenis kursi yang digunakan Oman Air pada pesawat 787-9 adalah Apex
Suite. Walaupun layout-nya 2-2-2, tapi semua kursi memiliki akses langsung ke aisle
dikarenakan kursi yang dekat jendela (A dan K) memiliki jalur masuk khusus.
Pertama kali yang saya rasakan ketika duduk adalah… kok
kursinya rada keras. Positfinya, legroom lega banget! Kursi juga masih termasuk
lebar bagi saya yang kurus ini. Ottoman juga lebar dan tidak berbentuk cubbyhole
yang buat banyak orang suka menjadi masalah di kursi jenis reverse herringbone
seperti yang digunakan Qatar Airways di 787.
Di kursi ada partisi yang bisa diangkat jadi nggak perlu
liat-liatan dengan orang sebelah. Namun untuk take-off dan landing partisi ini
harus diturunkan.
Personal storage menurut saya nggak terlalu strategis
penempatannya, beda dengan Qatar Airways yang banyak banget dan sangat mudah
dijangkau. Ransel atau travel bag bisa diletakkan di bawah ottoman. Ada tempat untuk meletakkan botol minum dan noise cancelling
headphones.
Terus ada tempat untuk majalah dan segala jenis bacaan.
Saya sempet bingung dimana sebaiknya meletakkan dompet,
handphone, dan pernak-pernik lain seperti charger karena tidak ada tempat
barang tertutup. Ahirnya saya letakkan di samping kanan kursi, termasuk laptop
ketika selesai digunakan. Rada ngeri bakal ngegelosor sih barang-barangnya,
tapi untungnya aman.
Di sebelah kanan bawah kursi terdapat power plug tersedia
dalam bentuk USB port (ada 2) dan colokan beneran (ada 1).
Sementara itu di sebelah kiri ada seat controller untuk
mengatur posisi kursi (baik manual maupun preset seperti take-off dan landing,
makan, lounging, dan tidur) ditambah ada fitur massage juga.
Kursi juga memiliki fitur do not disturb yang jika
diaktifkan akan terlihat lewat nomor kursi yang berubah menjadi warna merah.
Tray table terletak di sebelah kanan dan perlu ditarik untuk
dikeluarkan jika mau makan atau main laptop.
AMENITIES
Begitu masuk, tersedia bantal, selimut, serta mattress pad.
Semuanya enak dan bikin tidur makin nyaman! Salut untuk Oman Air yang kasih
mattress pad di business class untuk penerbangan 7-8 jam karena Qatar Airways
baru kasih mattress pad untuk penerbangan di atas 10 jam.
Ketika boarding pramugara memberikan amenity kit dengan merk
Amouage. Amenity kit yang dibagikan sama saja
bagi pria dan wanita. Padahal saya googling ada versi untuk wanita loh.
Isi amenity kit-nya lengkap banget! Ada lotion, lip balm,
dan moisturizer dari Amouage. Seperti biasa ada eye shade, kaos kaki, dan
earplug. Tapi selain itu ada tambahan beberapa item yang biasa ditemui di
lavatory, yakni sisir, sikat gigi, shaving kit, dan mouthwash. Saya sempet
mikir ngapain dikasih semua di sini kan bisa ambil di lavatory. Eh ternyata di
lavatory kagak ada apa-apa!
Dalam penerbangan ini juga diberikan piyama dan slippers
dengan brand Oman Air. Lagi, kudos untuk Oman Air yang memberikan slippers
untuk penerbangan di bawah 10 jam. Saya pakai celana dan slippers-nya aja dan udah berasa nyaman untuk tidur. Minus-nya adalah piyama dan slippers ini nggak dibagiin ke semua
penumpang bersamaan dengan pembagian amenity kit pas boarding. Padahal kalo di
Qatar Airways biasanya dibagiinnya barengan. Udah gitu ada sedikit drama juga
pas minta piyamanya. Nanti saya ceritain di bagian service.
IN-FLIGHT ENTERTAINMENT
Terdapat TV yang di dalamnya ada ARIA, nama sistem in-flight
entertainment Oman Air.
Pilihan film, tv series, dan lagunya juga banyak dan
up-to-date. IFE controller terdapat di sebelah kanan kursi dengan fitur
touchscreen. Beda dengan punya Qatar, punya Oman ini touchscreen-nya responsif.
Tersedia juga noise cancelling headphone. Nggak ada merknya
dan saya nggak ngerti juga gimana menilai bagus atau tidaknya noise cancelling.
Pokoknya kalo dipake, suara mesin gak kedengeran, suara pramugari juga gak
kedengeran. Segitu udah cukup sih buat saya.
Ada wifi juga namun tidak gratis.
FOOD AND BEVERAGES
Menu makanan dan minuman dibagikan ketika boarding dan ada
di dalam map dari kulit! Berasa naik first class. Map-nya sendiri bagus banget.
Ketika boarding, penumpang tidak ditawari minum ketika masih
ada penumpang yang masuk. Nggak tau ini karena kursi saya dilewatin penumpang
ekonomi atau di bagian depan juga nggak dikasih. Mereka baru menawarkan welcome
drink nggak lama sebelum pushback. Pilihannya berupa air mineral, jus, atau
smoothie. Saya pilih smoothie yang enak! Nggak tau juga kenapa mereka gak
nawarin alkohol dan apakah bisa tetep minta atau nggak. Selain itu, mereka juga memberikan hot towel.
Smoothie
Hot towel
Welcome drink baru dateng, mereka udah dateng lagi nawarin
kurma dan Arabic coffee. Saya apresiasi banget layanan ini karena di Qatar
Airways baru ditawarin ini ketika duduk di first class. Tapi waktu pembagiannya itu lohhh
udah mepet banget take-off baru ditawarin ini-itu. Kenapa nggak pas boarding
aja kan lumayan daripada bengong mendingan minum atau makan.
Dalam urusan makanan, Oman Air menggunakan konsep yang sama
dengan Qatar Airways yakni dine on demand dimana penumpang bebas makan apa aja
dan kapan aja. Cuma anehnya, mereka sama sekali nggak nanyain preference
makanan dan kapan mau makan.
Begitu mengudara saya laper jadi memutuskan untuk makan
snack. Ada drama juga di sini, nanti saya ceritain sekalian di bawah. Di menu
bagian snack atau refreshment ini terdiri dari 4 menu, yakni kacang, dessert,
chicken burger, dan smoked beef sandwich. Saya mikirnya ini kayak Snack Platter-nya
Qsuite yang disuruh milih. Saya udah milih satu sebenernya, tapi lah yang
dateng malah empat-empatnya!
Mereka pasang taplak meja lalu makanan diletakkan bersamaan
dengan tray-nya. Yah kecewa masa dikasih tray, bukannya dijejerin satu-satu di
meja. Bener-bener #firstworldproblem karena #SpoiledByQatarAirways. Maafkan
saya.
Tapi makanannya enak banget! Dari 4, saya makan 3 dan
semuanya enak. Menu kacangnya nggak saya makan karena nggak suka. Saya minta
hot chocolate juga dan enak!
Saya tidur setelah kekenyangan dan bangun 3 jam kemudian.
Apa yang dilakukan? Makan lagi! Kali ini makannnya adalah yang multi-course.
Pramugari pasang taplak meja dan memberikan hot towel supaya seger. Sama kayak
sebelumnya, napkin berisi cutlery diberikan ke penumpang dan disuruh mengatur
semuanya sendiri. Yep, masih #firstworldproblem. Tapi bagusnya sekarang udah nggak pake tray lagi jadi semua alat ditaro langsung di meja.
Course 1: Spiced sesame crusted prawns with tomato relish,
carrot, and celery
Ini merupakan amuse bouche. Berhubung saya nggak suka udang
jadi saya gigit-gigit dikit. Lembek banget udangnya.
Course 2: Herb sweet potato cream soup
Saya nggak suka makan sayuran, tapi tiap makan soup kayak
gini selalu doyan. Enak dan seger! Pas liat menu saya langsung ngeh di menu
prawn ada “tobiko caviar”. Berhubung penasaran banget pengen cobain caviar,
saya nanya pramugarinya ini caviar apa. Karena kata dia bukan caviar beneran,
jadi saya batal order itu.
Course 3: Roasted chicken breast stuffed with apricot and
goat cheese
Nasinya pake saus machboos gitu, tapi nggak seenak yang di
lounge. Ngenyangin tapi berhubung porsinya gede dan ayamnya enak.
Course 4: Cheese plate
Saya nggak suka keju tapi selalu penasaran dengan cheese
plate ini. Jadi pesen aja dan banyak jenis kejunya! Saya ketikin aja dari
menunya karena nggak tau keju mana namanya apa. Ada port salute, gouda cumin,
blue cheese, dan camembert cheese. Selain itu ada juga side dish berupa wortel,
seledri, apricot, prune, anggur, fig, crackers, dan tomato chutney.
Sumpah nggak ngerti cara makannya. Akhirnya saya potong
kejunya dikit terus makan pake crakers. Anggur saya gadoin, sisanya gak
dimakan. Gimana sih cara cheese plate yang baik dan benar?
Course 5: Warm raspberry frangipane with passion fruit and
mint coulis
Menutup makan siang dengan dessert yang nggak kalah enak
dengan makanan lainnya.
Minumnya saya coba champagne Laurent-Perrier Brut karena
suka baca di-review orang, jadi mungkin harganya mahal. Gimana rasanya? Gak
enak seperti biasa. Cuma minum nggak sampe seteguk terus dijadiin pajangan aja
berhubung gelasnya bagus. Saya pesen earl grey tea sebagai gantinya.
LAVATORY
Terdapat 3 kamar mandi untuk penumpang business class. Dua
terletak di bagian depan sementara 1 di bagian tengah (tips: pintu terletak di
dekat aisle G-J. Awalnya saya bingung jadi pakenya yang di depan). Begitu
masuk, nggak ada yang spesial dengan lavatory-nya. Tapi setelah diliat.. mereka
punya bidet a la Jepang. Nice! Tetep aja sih saya males pup di pesawat.
Lavatory
Toiletries tersedia dari Amouage, sama dengan amenity kits.
Namun nggak ada amenities lain kayak sikat gigi atau shaving kit. Mungkin
karena di amenity kit yang dibagiin udah lengkap semuanya.
SERVICE
Kalo orang punya prinsip save the best for last, saya malah
simpen yang paling parah di akhir. Servis selama di pesawat jauh di bawah ekspektasi saya.
Ada yang petugas ramah, tapi keliatan nggak polished kayak baru selesai training sehingga
yang saya rasakan adalah kaku banget asal kerjaannya selesai. Sementara itu
yang keliatan lebih senior saya nilai sebagai orang yang males dan
kebanyakan ngobrol di galley bagian depan. Mungkin kalo sebelumnya saya nggak
pernah naik business class akan ngerasa mereka baik-baik aja karena nggak tau
harus berekspektasi seperti apa. Namun karena saya udah pernah dan naiknya
Qatar Airways yang servisnya oke banget, jadi kebanting banget. Saya ceritain satu-satu
issue dengan servis secara berurutan. Saking banyaknya sampai saya bikin notes
di laptop sepanjang penerbangan kalo ngerasain yang aneh-aneh.
Masuk pesawat cuma disapa “hi”, dari di pintu sampai duduk. Padahal
biasanya ke elite member (saya Sindbad Silver) apalagi business class biasanya
dipanggil last name. Pramugari yang bertugas di aisle saya (yang tadi saya
bilang ramah tapi unpolished) nggak pernah sapa saya dengan “Mr. Kamajaya”.
Again, no big deal sebenernya, tapi jadi ngerti kalo pramugara/i Qatar Airways
itu berusaha untuk engaged dengan penumpangnya. Kalo pun ternyata penumpangnya
nggak suka diajak ngobrol, seenggaknya baru keliatan setelah interaksi awal
kalo jawabannya dingin.
Another minor thing is, kalo di Qatar Airways tuh lead
steward/ stewardess/ purser/ in-flight manager akan dateng satu-satu ke
penumpang untuk ucapin selamat datang dan perkenalin dirinya. Di sini nggak
ada.
Sebelum terbang saya baca beberapa review business class-nya
Oman Air dan mereka sediain piyama untuk penerbangan malam. Karena nggak dikasih
pas boarding dan saya udah mau ganti jeans, saya pencet call button karena
pramugari nggak ada yang secara rutin ngecekin penumpang. Dalam 5 menit saya
pencet 3x, nggak ada yang nyamperin! Akhirnya saya cari mereka dan pas ke
galley bagian depan.. LAGI PADA NGOBROL DONG SERU BANGETTT. Pramugari yang
terlihat senior dalam keadaan masih duduk ngeliatin dan nanyain saya mau ngapain.
Saya bilang minta piyama dan selanjutnya dia bilang nanti dianterin ke kursi. Sekitar 2 menit
kemudian pramugari yang bertugas di aisle saya dateng untuk kasih piyamanya. Sepenglihatan
saya piyama nggak dikasih secara otomatis, jadi harus masing-masing minta.
Karena pas mau mendarat saya ke toilet nggak ada yang antri ganti baju, padahal
biasanya menjelang landing kamar mandi pasti ngantri karena pada mau ganti piyama.
Dikasih mattress pad untuk penerbangan di bawah 10 jam udah
bersyukur sih. Tapi berhubung satu-satunya pengalaman saya dikasih mattress pad
di business class, pramugarinya semangat banget buat ngasih turndown service,
alias mengubah dan merapikan kursi menjadi kasur. Ada kali saya ditanya 2-3x
sebelum saya akhirnya mengiyakan. Nah ini cuma digeletakin doang, jadi mesti
bikin sendiri. Saya ngerti dikit-dikit bikin kasur yang proper, yakni dengan
menyangkutkan mattress pad-nya ke bagian atas. Pas persiapan landing saya
ngeliatin sekitar masangnya pada nggak bener..
Isu besar lainnya adalah ketika saya lapar dan berniat minta
refreshment. Saya pencet lagi tuh call button. Kali ini saya catet jam pertama
kali saya pencet untuk tau berapa lama waktu responnya. Berhubung nggak
kelaperan banget, jadi saya nungguin aja sambil ngedraft blog tulisan ini. Akhirnya supervisornya dateng setelah nunggu 16 menit. Yes, 16 menit!! Bahkan
di ekonomi kalo saya pencet call button bisa langsung nyamperin petugasnya.
Kesel banget! Makanan akhirnya dateng 4 menit kemudian. Untung aja makanannya
enak.
Berikutnya pas ambil tray dan beresin meja ketika saya selesai makan refreshment,
pramugarinya mau ngeloyor aja. Inisiatif keeekk tanyain mau kapan makan
beratnya. Akhirnya saya panggil lagi dan minta dibangunin untuk makan 2 jam
sebelum landing. Poin plusnya adalah dia beneran bangunin 2 jam sebelum
landing, sesuai permintaan saya. Dan untungnya lagi makanannya enak.
Pramugari menurut saya bisa dilatih untuk lebih akrab dengan
penumpang. Mungkin karena flight berangkat jam 2 pagi jadi pada
capek juga dan minta penumpangnya istirahat. Tapi seenggaknya coba dulu kek.
Kalo penumpangnya males ngobrol juga gak bakal diladenin terus-terusan. Jauh
banget deh bedanya dengan Qatar Airways dimana selalu ngajak ngobrol. Basa-basi
aja kayak darimana, mau ngapain, dan sebagainya. Seenggaknya dari situ keliatan
ada usaha ramah ke penumpang. Pramugari/a Qatar Airways kalo liat saya sering
foto-foto hampir selalu ngajak ngobrol tentang kamera dan fotografi. Ada yang
bener-bener rapi ngeletakin barang di meja pas mau makan supaya hasil fotonya
bagus dia bilang, dan banyak yang nawarin untuk foto saya di business class.
Langit dan bumi banget beda kualitas servis antara Qatar Airways dan Oman Air.
Demikianlah pengalaman saya naik business class Oman Air
dari Muscat ke Jakarta. Hard product dan beberapa aspek soft product kayak
makanan dan amenity kit menurut saya udah oke banget dan kompetitif dibanding maskapai
lain. Namun untuk urusan servis dari satu kali pengalaman saya kemarin masih
parah banget. Semoga nggak semua servis di Oman Air seperti itu. Saya baca
blog-nya Ben juga dari 4 flight, dia apes dapet 1 flight yang pramugarinya males.
Apakah saya mau naik business class Oman Air lagi? Definitely! Though only
when the price is super right. Ayo dong keluarin lagi harga Rp 13 juta PP dari Jakarta
ke Eropa :p
Video perjalanan Oman Air di business class dari Muscat ke Jakarta bisa ditonton di YouTube saya berikut:
Video perjalanan Oman Air di business class dari Muscat ke Jakarta bisa ditonton di YouTube saya berikut:
Wah, cabin crew-nya payah juga ya Ky. Padahal cabin crew ini aspek yang penting, karena faktor "human interaction" selama penerbangan yang didapat penumpang ya melalui mereka kan. Kalau kurang oke, impresinya kan jadi buruk, bikin orang malas untuk terbang lagi dengan mereka (biarpun sisi produk lainnya oke). Dulu aku mendapatkan satu set cabin crew yang benar-benar indifferent dan gak peduli di maskapai LCC aja sudah bikin aku ogah untuk terbang lagi dengan mereka (padahal hard dan soft-product-nya bagus banget!), apalagi di business class!
ReplyDeleteYesss. Aku sebenernya introvert sih jadi sebisa mungkin interaksi diminimalkan, tapi bukan berarti jadi nggak dilayanin dengan baik juga. Ini kemaren parah banget, jauh lebih parah dari banyak flight di ekonomi. Sayang banget padahal sisanya oke. Sebagai orang berlatar belakang science, mungkin ini outlier berhubung baru sekali nyobain. Semoga berikutnya bisa nyoba lagi untuk membuktikan :p
DeleteBisikin dong airlinesnya apa LCC yang hard dan soft product-nya ok :D
Yup, pelayanan baik nggak cuma sekedar ramah, ngomong dalam berinteraksi ya. Karena bentuk komunikasi kan nggak sebatas cuma ngomongnya doang, hahaha :D . Bisa jadi ini outlier Ky, tapi nggak enaknya kok outlier yang negatif. Harusnya pihak maskapai memastikan kalau outlier jangan sampai yang negatif kan ya, hahaha :D .
DeleteWaktu itu sih Interjet Ky, tapi waktu itu cabin crew-nya payah banget deh, bikin aku malas balik lagi. Tapi ada satu lagi LCC yang impresif sih, JetBlue! Ini aku juga suka banget! :D
Ya jelas bedalah kualitasnya. You should make an review between 5* vs 5* not comparing 5* vs 4* airlines.
ReplyDeleteYou know that 4* & 5* airline rating is not the best way to determine airline quality right? Hard product-wise, Oman Air definitely on par with most of Qatar. I feel like I got unlucky with sub par flight attendants. Hopefully I get to try them again soon to disprove it.
DeleteThiss is a great blog
ReplyDelete