Saya bukan orang yang suka “memanjakan” badan lewat pijat
atau spa. Paling yang pernah saya lakukan adalah minta dikerokin Mama kalo berasa
masuk angin, itu juga tiap dikerokin selalu uget-uget sampe suka ditabok
punggungnya karena nggak bisa diem. Abis dikerokin, saya hampir selalu bisa
merasakan kalau badan menjadi lebih segar dan entah kenapa yang awalnya berasa
mau sakit, nggak berasa lagi. Oleh karena ini juga di dua perjalanan terakhir
saya yang jauh ke Chile dan Amerika Serikat, saya menyempatkan untuk minta dikerokin
sama Mama biar badannya lebih enak.
Selesai spa, masseuse-nya bilang kalo saya bisa istirahat dulu di lounging area sambil minum water fusion timun (hoek gaenak). Saya sendirian di lounging area dan beneran bingung harus ngapain. Nggak sampe 3 menit, udah bangun lagi dan balik ke kamar.
Kalo mendengar kata "spa", yang ada dipikiran saya adalah sebuah kemewahan. Beda dengan pijat atau urut yang terdengar lebih merakyat. Oleh karena itu seumur hidup baru 4 kali ngerasain spa dan itu semua
gratisan. Nggak ikhlas rasanya ngeluarin uang untuk spa atau pijat ketika dikerokin Mama masih gratis :p
Dalam post ini saya
mau menceritakan keempat pengalaman spa karena setelah
spa selalu bingung apa yang seharusnya saya rasakan.
Spa 1: Four Seasons Hotel Jakarta
(full body, 45 menit)
Ketika staycation di Four Seasons Jakarta di tahun 2017,
ternyata paket yang saya beli termasuk full body massage selama 45 menit untuk
2 orang. Berhubung waktu itu saya nginep sendiri, bisa digabung waktunya jadi
90 menit. Namun sayang karena lupa reservasi jadi slot waktunya habis.
Jujur waktu itu excited dan penasaran juga dengan yang spa
ini karena baru pertama kali. Ketika datang ke lobby spa-nya, diarahkan ke
ruangan oleh masseuse-nya. Saya diberikan bungkusan berisi beberapa barang dan
diminta ganti baju, terus dengan begonya saya nanya “ini saya nggak pakai
apa-apa nanti pas dipijat?” Masseuse-nya menjelaskan kalo di dalam bungkusan
terdapat disposable underwear yang bisa dipake, jadi nggak telanjang
bulet.
Kelar melepaskan pakaian, saya keluar dan diminta duduk dan merendam
kaki ke baskom berisi air hangat dan campuran garam laut, kemudian masseuse-nya mulai memijat kaki. Setelah mungkin sekitar 5-10 menit, saya diminta naik ke kasur (atau papan?)
pijat dan diminta tengkurap. Enak banget mijetnya sampe saya sempet ketiduran
dan dibangunin ketika massage-nya selesai.
Selesai spa, masseuse-nya bilang kalo saya bisa istirahat dulu di lounging area sambil minum water fusion timun (hoek gaenak). Saya sendirian di lounging area dan beneran bingung harus ngapain. Nggak sampe 3 menit, udah bangun lagi dan balik ke kamar.
Kesan: berhubung ini pengalaman pertama saya merasakan spa,
jujur saya puas banget sih. Namun nggak ada yang saya rasakan setelah selesai
spa selain senang akhirnya bisa mencoba spa. Mungkin karena badan saya nggak
ada yang sakit juga, jadi bingung buat apa spa itu. Mana harga treatment-nya di
atas Rp500 ribu. Untung aja gratisan.
Spa 2 dan 3: Cathay Pacific The Pier First Class Lounge
Hong Kong
(neck and shoulder, 15 menit)
Sebagai penumpang first class Cathay Pacific, saya
mendapatkan akses ke The Pier First Class Lounge. Salah satu fasilitas The Pier
yang terkenal adalah spa di The Retreat.
Berhubung malamnya menginap di bandara (humble banget kan
naik first class tapi nginep bandara hahaha ketauan deh first class-nya
pencitraan), jadi spa ini pas banget untuk menghilangkan pegal. Terdapat tiga
pilihan spa, yakni neck and shoulder, foot, dan eye massage. Masing-masing durasi
maksimalnya 15 menit.
Awalnya saya dipijat dengan lembut cenderung nggak berasa, tapi makin lama makin keras
sampai saya harus meluk 2 bantal di pangkuan. Sebenernya masseuse-nya enak
mijetnya, tapi ketika kena beberapa bagian di pundak, saya berasa kesakitan. Untungnya
waktu itu saya sendirian jadi pas membenamkan muka di bantal sambil mengerang
nggak begitu malu. Kelar spa, kok pundak saya malah jadi berasa sakit?!
Ketika kembali ke Hong Kong dan mendapatkan fasilitas yang
sama, niatnya mau cobain foot massage-nya, tapi pundak pegel lagi setelah terbang
terus-terusan dari Bogota ke Hong Kong via New York. Jadilah saya pijat neck
and shoulder lagi, dan kembali merasakan sakit ketika masseuse mengenai
beberapa lokasi di pundak. Sayangnya kali ini ada orang lain, jadi saya mesti
nahan suara daripada berisik.
Kesan: kalo pas spa merasakan sakit pas dipijat, apa yang
harus dilakukan ya? Berhubung gratisan dan cuma 15 menit, jadi saya nggak
berani nanya-nanya apalagi minta tambah pijatnya haha.
Spa 4: Thai Airways Royal Orchid Spa Bangkok
(neck and
shoulder, 30 menit)
Penumpang business dan first class Thai Airways yang
berangkat dari Bangkok mendapatkan fasilitas spa secara cuma-cuma. Penumpang
business class bisa memilih treatment selama 30 menit, sementara penumpang
first class bisa mendapatkan treatment selama 60 menit.
Untuk penumpang business class ada pilihan neck and shoulder atau foot massage. Karena sudah merasakan neck and shoulder di lounge-nya Cathay
Pacific, kali ini saya kembali memilih neck and shoulder supaya bisa melakukan
perbandingan. Masseuse di lounge ini lebih enak mijetnya dibanding di lounge
Cathay Pacific. Emang sih Thailand itu terkenal dengan massage-nya yang enak
dan murah. Berhubung durasi lebih lama, jadi saya lebih bisa menikmati. Namun
sama seperti sebelumnya, ketika mengenai lokasi tertentu dengan tekanan yang
lebih besar, saya kesakitan. Berhubung lounge-nya lagi nggak begitu ramai, saya
pengen bilang sebenernya kalo sakit, tapi lagi-lagi saya nggak enak mintanya
karena ini gratisan.
Kesan: dengan durasi yang lebih lama, saya lebih bisa menikmati
spa karena bagian yang dipijat lebih luas dan masseuse bisa ber-“eksplorasi”
beragam gaya pijatan. Namun lagi-lagi saya merasa kesakitan dan berasa helpless
untuk nanya kenapa sakit dan minta untuk dipijat lebih lama supaya beneran bisa
relax setelah spa.
Sebagai orang yang nggak neko-neko masalah memanjakan badan
di mana kalo pegel ya dibawa tidur aja, merasakan spa itu ternyata menyenangkan.
Apakah saya jadi mau melakukan spa lagi? Tentu saja, namun hanya jika gratis :p
Berdasarkan pengalaman saya yang merasakan sakit ketika dipijat, apakah
sebenernya saya boleh minta ke masseuse-nya untuk memijit dengan benar supaya
begitu kelar spa badan saya nggak sakit lagi? Atau berhubung spa ini kesannya cantik
dan manja jadi yaudah gabisa protes, kalo mau badan bebas dari pegel harus
pilih untuk diurut? Kayaknya sama aja urut dan pijat, tapi kok kesannya diurut
ini lebih kasar namun hasilnya lebih mantep ya?
Sebenernya apa sih hak konsumen kalo merasakan sakit ketika dipijat?
Diem aja atau lebih baik ngomong? Penasaran banget sih. Oh ya, just an
observation pas spa nggak ada orang yang ngomong sama sekali jadi saya mikirnya
emang nggak boleh ada interaksi apa-apa dengan pemijat. Pengalaman yang sangat
menarik sih spa ini :D
Wah sepertinya nyaman banget ya kak, jadi ga sabar pengen ke sana juga hehehe
ReplyDeletePas lagi dipijat itu harus ngomong kak, apa lagi badan saya kalau dipegang geli...
ReplyDelete