Berawal dari melihat gambar Las Torres (The Towers) sekitar
2 tahun lalu, saya berkeinginan untuk melihatnya secara langsung. Sehingga
begitu saya memilih untuk menuju Patagonia, melakukan trekking untuk melihat
The Towers hampir pasti harus dilakukan.
Menurut yang saya baca, waktu terbaik untuk melakukan hiking adalah musim panas di bulan November hingga Maret. Kemudian di bulan September – Oktober serta April juga bisa karena merupakan shoulder season. Trekking di musim dingin sepanjang bulan Mei sampai Agustus tidak disarankan karena medan menjadi semakin sulit untuk dilalui. Kemarin saya di akhir April merasakan cuaca yang cukup dingin di bawah 10 derajat Celsius selama mendaki belum ditambah angin semriwing yang membuat terasa semakin dingin.
Tentang Trekking di
Torres del Paine
Di Chilean Patagonia terdapat beberapa jenis trekking
berhari-hari, yakni W Trek, Q Trek, dan O Trek. Hal yang membedakan ketiganya
adalah rute yang diambil dan durasi yang dibutuhkan.
Rute W, O, dan Q Trek (source)
Karena sadar atas kemampuan fisik dan keterbatasan waktu,
nggak mungkin saya melakukan salah satu dari ketiganya. Untungnya ada jenis
trekking lain yang hanya membutuhkan waktu sehari, yakni day hike to the base
tower. Akhirnya saya cari tau lebih lanjut dan memutuskan untuk melakukan ini
karena dengan ini saya bisa melihat The Towers secara langsung.
Day trekking ini memiliki jarak 20 kilometer (saya ambil rata-rata aja, ada yang bilang 17 - 24 km) dari awal
hingga selesai. Jalur yang digunakan saat berangkat dan kembali adalah sama,
sehingga jarak sekali jalan adalah 10 kilometer. Durasinya berkisar dari 7 jam
hingga 10 jam, tergantung kecepatan trekker. Medan yang ditempuh bervariasi
tingkat kesulitannya, mulai dari rendah hingga tinggi, mulai dari jalan datar
sampai kemiringan 45 derajat, mulai dari jalan setapak hingga jalan penuh
bebatuan.
Rute trekking ke Mirador Las Torres (Lookout Base Tower)
Menurut yang saya baca, waktu terbaik untuk melakukan hiking adalah musim panas di bulan November hingga Maret. Kemudian di bulan September – Oktober serta April juga bisa karena merupakan shoulder season. Trekking di musim dingin sepanjang bulan Mei sampai Agustus tidak disarankan karena medan menjadi semakin sulit untuk dilalui. Kemarin saya di akhir April merasakan cuaca yang cukup dingin di bawah 10 derajat Celsius selama mendaki belum ditambah angin semriwing yang membuat terasa semakin dingin.
Musim gugur di Patagonia
Trekking Sendiri atau
Ikut Group?
Setelah baca-baca artikel, day trek ini sangat mudah
dilakukan sendiri karena jalannya sudah tertanda dengan sangat baik. Oleh karena
itu saya memantapkan untuk trekking sendiri, apalagi begitu tau kalau ikut tour
harga yang diberikan hanya untuk transportasi saja, tidak termasuk biaya masuk
taman serta makan siang. Saya bisa menghemat hingga Rp300 ribu dengan memilih
sendiri. Namun sayang sekitar seminggu sebelum berangkat nyali saya menciut,
“Gimana kalo di sana ternyata nggak jelas penandanya? Gimana kalo trekkingnya
susah bagi saya yang hidupnya males banget gerak ini? Gimana kalo di sana
ternyata sepi dan saya masuk keluar hutan sendirian?” serta banyak gimana
gimana lainnya. Oleh karena itu saya memutuskan untuk ikut tour saja dan
memilih Apatagonia sebagai agent karena harganya paling murah (CLP 40.000 ~
Rp880.000).
Keuntungan ikut tour yang saya rasakan banget adalah gak
usah nebak seberapa jauh lagi jaraknya. Kadang kalo jalan sendirian dan nggak
tau seberapa jauh jarak tempuhnya, saya cenderung cepat nyerah. Contohnya
adalah saat mencoba menuju Sun Gate dari Machu Picchu. Keuntungan lainnya
adalah bisa ngobrol dengan yang lain jadi nggak bosen banget selama di jalan,
serta nggak usah pusing mikirin transport dari dan ke Torres del Paine. Buat
yang belum biasa trekking, saya rekomendasikan untuk ikut tour sih dengan
keuntungan di atas.
Persiapan Trekking
Untuk persiapan berjalan 20km selama 10 jam, saya udah niat
untuk olahraga pas weekend. Tapi ya namanya manusia bisanya berharap namun
kemalasan lah yang menentukan. Akhirnya saya sama sekali nggak sempet olahraga.
Lebih parahnya 4 hari sebelum berangkat dari Jakarta, badan saya pegel atas
sampai bawah setelah pulang outing kantor. Saya berangkat dengan kondisi kedua
lengan masih pegel-pegel.
Pakaian yang saya gunakan selama trekking dengan suhu di
bawah 10 derajat Celsius:
- Atasan long john 2 lapis karena takut kedinginan. Nggak beli lagi karena udah punya dari liburan sebelumnya yang beli di Toko Djohan Mangga Dua. Harga satuannya sekitar Rp150.000 dengan bawahannya.
- Kemudian pakai long sleeve turtleneck-nya Uniqlo. Ini juga udah punya, dulu beli sekitar Rp150.000. Nekat nggak pake yang ultra heat tech atau semacemnya abisan mahal.
- Jaket pake yang waterproof, hasil belanja di Helsinki pas bagasi ketinggalan. Harganya sekitar Rp1,6 juta beli di Marks & Spencer.
- Bawahan saya pakai long john 1 lapis aja karena takut susah gerak kalo 2 lapis dan celananya udah menghangatkan juga.
- Luarnya pakai trekking pants Jack Wolfskin yang beli diTokopedia. Kayaknya KW sih karena “cuma” Rp200.000 harganya. Setau saya perlengkapan naik gunung itu mahal-mahal. Tapi enak kok pas dipake.
- Sarung tangan pake yang ada aja di rumah, bahannya bukan yang premium. Beli harganya sekitar Rp100.000 di Toko Djohan juga.
- Kaos kaki nggak pake yang khusus wool, bawa yang ada aja kaos kaki panjang dari katun.
- Sepatu awalnya mau beli trekking shoes, tapi kok sayang karena pasti bakal jarang dipake, mana harganya di atas Rp1.500.000 semua. Akhirnya inget kalo di Puerto Natales banyak banget tempat penyewaan perlengkapan trekking. Saya pilih sewa di Patagonia Adventure dan harga sewa sepatu sehari cuma CLP 3.000 (~ Rp66.000). Saya ambil semalam sebelum trekking dan balikin setelah pulang, diitung sehari bukan dua hari. Recommended karena sepatunya terawat.
- Karena ikut tour, dari mereka kasih pinjem trekking pole. Lumayan bermanfaat loh ini sebagai bantuan pijakan kalo ada tanjakan atau turunan.
Saya pakai 1 trekking pole kemarin
Kurang lebih seperti itulah pakaian saya untuk trekking.
Minimalis tapi tetap nyaman. Yang saya lupa bawa adalah scarf karena awal
trekking pagi masih dingin, lumayan kalo bisa pake scarf. Selain itu ear muff
atau kupluk untuk nutupin kuping. Kalo tasnya nggak waterproof, bawa penutupnya
juga ya. Kemaren pas kehujanan saya akhirnya masukin tas ke jaket jadi kagak bisa diresleting
jaketnya haha.
Untuk bekal makanan karena nggak disediain, malamnya saya ke
supermarket untuk beli air mineral 1 liter, 2 bungkus biskuit, dan Lays. Karena
terlalu fokus kali ya, akhirnya dari 3 makanan saya cuma makan 4 butir biskuit
selama trekking. Suka heran sama diri sendiri kok bisa tahan cuma makan
biskuit…
Pengalaman Trekking
Trekking dimulai dengan penjemputan di hotel. Saya dijemput
jam 7 pagi. Hari itu ada 7 orang yang ikutan group saya, ditemani 2 guide yakni
Fernando dan Fabian. Dari Puerto Natales, kami naik van selama 1 jam 45 menit
menuju Laguna Amarga yang merupakan pintu masuk Torres del Paine. Di sini beli
tiket masuk national park seharga CLP 21.000 (~Rp460.000). Tiket ini berlaku
untuk 3 hari. Saya berhubung udah beli tiket di hari sebelumnya, jadi tinggal
nunjukin aja tiket yang kemarin untuk dicap hari kedua. Dari Laguna Amarga kami
naik van lagi ke titik mulai trekking yang terletak di Hotel Las Torres dengan
durasi sekitar 15 menit.
Laguna Amarga
Tiket masuk
Kalau nggak ikut tour, butuh 3x transport:
- Hotel – terminal bis Puerto Natales dengan taksi (CLP 2.000)
- Terminal bis – Laguna Amarga dengan bis (CLP 8.000)
- Laguna Amarga – Hotel Las Torres dengan shuttle hotel (CLP 3.000)
Jadwalnya nggak banyak jadi harus rapi merencanakannya.
Kami mulai trekking jam 9 pagi. Trekkingnya sendiri dibagi
menjadi beberapa tahap. Tahap 1 saya namakan “mendaki gunung”, ini makan waktu
2 jam. Dalam proses ini akan melewati titik yang dinamakan Windy Pass karena
kalau lagi berangin, kecepatan angin di titik ini bisa tembus 100 km/jam!
Windy Pass
Selesai mendaki gunung, kalian akan tiba di Refugio Chileno.
Refugio Chileno ini merupakan kabin, jadi kalo yang ambil trekking berhari-hari
bisa tidur di sini. Ada kafetaria juga jadi bisa beli makan dan minum. Mahal
banget tapi yaAllah. Teh dan kopi CLP 2.000 (~Rp44.000), dan yang paling bikin
mangap adalah sandwich yang harganya CLP 10.000 (~Rp220.000). Pas berangkat
saya nggak jajan, tapi pas pulang karena pengen the manis jadi beli di sini. Di
sini juga ada tempat isi air minum jadi lumayan lah daripada beli sebotol
harganya CLP 3.000 (~Rp66.000).
Istirahat di Refugio Chileno
Phase berikutnya adalah “menelusuri hutan”. Jaraknya sekitar
3 km dan waktu tempuh sekitar 90 menit. Patagonia lagi musim gugur di bulan
April jadi cantik banget pemandangannya karena penuh warna kuning, orange, dan
merah.
Menelusuri hutan
Peta tahap 2: Refugio Chileno sampai Guarderia Torres
Tahap terakhir adalah “neraka” gak deng. Ini saya namain
“mendaki batu” karena sepanjang jalan batu semua isinya, parahnya kemiringannya
hingga 45 derajat (kata guide-nya sih, saya kebetulan gak bawa busur buat
ngukur). Waktu tempuh sekitar 45 menit.
Peta tahap 3: Guarderia Torres sampai Base Las Torres
Akhirnya Sampai di
Mirador Las Torres!
Akhirnyaaaaa kami tiba juga di base tower sekitar jam
setengah 2. Cuaca terus berubah sepanjang jalan, dari awalnya mendung, cerah,
sampai pas tiba di atas mendung lagi. Sedih banget sejujurnya karena ketutupan
kabut towernya :(
Tapi yasudah saya kan emang biasanya jodoh banget sama kabut
sampe susah ngeliat Christ The Redeemer di Rio karena ketutupan kabut juga.
Kami menghabiskan 40 menit di sini untuk foto-foto. Menjelang 40 menit, hujan
mulai turun dengan deras jadi kami juga bergegas turun.
Drama Selama Trekking
Perjalanan turun ini banyak dramanya haha. Dimulai dari saya
yang kepleset di jalanan batu sampe nyenggol orang di depan. Untung dia nggak
ikutan jatoh dan malah nanyain saya oke atau enggak, “Esta bien? Esta bien?”
Drama kedua adalah begitu kelar melewati jalan batu,
matahari bersinar dengan sangat cerahnya dan dari titik ini kita bisa lihat
towernya dengan sangat jelas tanpa kabut!!! Pengen marah rasanya dan pengen
balik lagi tapi tau diri kaki udah pegel minta ampun jadi yaudah direlakan
saja. Orang se-group juga pada mengumpat haha.
Kalo trekking itu dua guide mencar, 1 di depan untuk kasih
tau jalan dan 1 di belakang untuk menjaga group. Pada titik ini, group-nya udah
pecah. Guide di depan dibuntutin saya dan pasangan dari Paraguay. Sisanya nggak
tau di mana, tapi dari kontak dengan walkie talkie mereka sekitar 10 menit di
belakang. Group belakang ini terdiri dari pasangan asal UK, cewek Kolombia,
cewek Brazil, dan 1 guide. Begitu mau masuk hutan, guide group depan bilang dia
mau nungguin yang lain jadi kami bertiga disuruh jalan duluan dan janjian
ketemu di Refugio Chileno. Sepanjang jalan di hutan karena saya jalannya cepet,
akhirnya misah dengan pasangan Paraguay alhasil saya jalan sendirian!!! Di
tengah hutan!!! Alhamdulillah terang sih dan entah kenapa kayak jelas aja jalan
yang harus diambil yang mana. Kayaknya sepanjang jalan di hutan saya cuma
papasan dengan 10 orang. Sepiii! Jadinya beberapa kali baca-baca doa juga
karena takut ketemu yang aneh-aneh.
Karena sendirian, jadi pace jalan saya lebih cepat. Sekitar
jam 4.15 saya tiba di Refugio Chileno dan pesen teh panas. Sampai jam 5 baru
pasangan Paraguay dan UK yang tiba, terus drama lain muncul. Dua guide hanya
dateng dengan cewek Brazil. Dimana keberadaan cewek Kolombia?? Masa ditinggal
di hutan sendirian?? Alhasil guidenya bilang tunggu di sini dulu karena mereka
mau masuk ke hutan lagi. Untungnya 15 kemudian ketemu cewek Kolombianya dan
kita bareng-bareng menyelesaikan pejalanan terakhir sekitar jam 5.30.
Sama dengan perjalanan sebelumnya, di tahap terakhir ini
kami kembali terpencar. Saya tiba di Hotel Las Torres jam 7, disusul dengan
pasangan Paraguay dan pasangan UK. Karena bingung nunggu dimana, akhirnya kita
masuk ke bar hotel untuk makan. Kata supir yang kontak dengan kedua guide,
mereka masih 20 menit di belakang. Jam 7.45 mereka masih belum tiba dan kita
semua jadi concern karena udah gelap. Gilee turun dengan pegel aja udah capek,
ini ditambah gelap juga. Akhirnya jam 8 mereka tiba juga dan cewek Kolombia
cedera kakinya.
Pemanis dari drama ini adalah begitu keluar hotel menuju van
untuk pertama kalinya saya liat milky way!!! Gede dan berasa deket banget!
Sayangnya saya lupa settingan kamera buat aurora jadi foto milky way-nya kagak
keliatan, cuma bintang-bintang aja. Maybe next time punya foto milky way yang
oke. Untuk sekarang harus puas dengan memori di otak.
Refleksi dari
Trekking
Rasanya campur aduk banget ketika saya akhirnya tiba di base
tower. Paling penting adalah bangga dengan diri sendiri karena di trekking
pertama ini saya bisa melakukannya! Siapa sangka orang yang kalo Sabtu – Minggu
kerjaannya tiduran aja di kasur sampe bikin orang tua heran kenapa doyan banget
keredongan (bahasa betawinya selimutan) nempel di kasur, orang yang kalo di
kantor naik tangga 4 lantai kakinya langsung gemeteran dan ngos-ngosan,
ternyata bisa melakukan ini! The power of “pengen liat tower langsung” kali ya
yang bikin saya tetap termotivasi walaupun kaki rasanya pengen nyerah aja.
Namun demikian, ada rasa marah sebenernya sama diri sendiri
karena maksain dan kaki rasanya sakit banget. FYI aftermath trekking ini adalah
besok paginya saya bangun dengan lutut yang sakit dan susah naik turun tangga.
Keesokan harinya, gentian paha dan betis yang sakit. Karena ini saya jadi nggak
eksplor Puerto Natales dan Santiago + Valparaiso karena lebih memilih untuk
memulihkan kaki. Selain marah, ada rasa kesel juga sepanjang jalan karena
bawa-bawa tripod yang ujungnya kagak kepake juga karena banyak orang yang bisa
dimintain tolong. Nambah beban 2kg selama trekking itu bikin pundak capek.
Rasanya pengen saya tinggal aja tuh tripodnya pas turun, tapi kok sayang… Rasa
yang terakhir mungkin sedih dan sedikit kesal karena apes banget towernya
ketutupan kabut. Tapi ya mau diapain lagi orang sempet hujan deras juga gak
mungkin nungguin kan.
Trekking di Patagonia ini resmi menjadi salah satu
pengalaman traveling terbaik saya. Sangat memorable dengan segala cantiknya
pemandangan selama trekking, akhirnya bisa lihat The Towers secara langsung,
serta perjuangan yang dikeluarkan.
Capek tapi seneng lihat pemandangan seperti ini
Apakah saya akan trekking lagi di kemudian hari? Untuk
sekarang sama sekali nggak mau. Ada
dua sih alasannya, yang pertama saya nggak mau ngerasain pegel yang kayak
kemarin lagi. Pegel dan sakit banget! Cukup lah sekali aja. Alasan yang kedua
adalah belum ada tempat yang saya pengen banget lihat dan untuk mencapainya
harus dengan trekking. Keadaan mungkin berubah jika suatu saat saya menemukan
tempat baru yang cantik banget dan membutuhkan trekking. Tapi yang jelas dalam
waktu dekat, saya mau liburan yang enak-enak aja tanpa pegel.
Demikianlah cerita pengalaman trekking pertama saya seumur
hidup. Apakah kalian suka trekking? Rekomendasi dong yang pemandangannya bagus
siapa tau saya jadi tergoda, walaupun mungkin nggak dalam waktu dekat
dilakukannya.
Hebat kamu nak! Cakep banget pas musim gugur. Gak mau coba trekking O atau W sekalian? Aku pengen ke John Gardner pass & Grey Glacier tu tapi apa daya gak punya perlengkapan camping memadai.
ReplyDeleteWindy pass itu amit-amit anginnya, parah banget. Aku pas turun sempet tidur di bangku piknik di Refugio Chileno, udah hampir pingsan gara2 gak sarapan dan makan siang, dan gak tidur malemnya. Pas lewatin situ jatoh nyusruk. Berarti aku nekat ya hiking sendiri tanpa persiapan wkwk.
Badan kaya abis digebugin yak abis hiking 20 km besoknya. Aku pengen lagi loh bhahaha! *gak kapok
DeleteHaha aku gak kuat pasti kalo O dan W, ini day trek aja udah capek :))
DeleteKunjungan perdana... Salam kenal...
ReplyDeleteHi Syifa, salam kenal juga ya!
DeleteDapet pemandangan bagus tower-nya TDP emang untung-untungan sih. Nov 2017 ke TDP, one day hiking sendiri yang harusnya dah mau summer malah dapet turun salju haha, ditambah anginnya kenceng bener. Kalo pegel sih terlalu gak kerasa, pegelnya udah dipake naik-turun Colca Canyon beberapa hari sebelumnya..
ReplyDeleteWah November masih kebagian salju! Emang bener-bener aneh cuaca di sana. Waktu itu pendakinya juga sering bilang gitu. Ketemu ujan terus terik terus angin dan seterusnya :))
DeleteWah, liat pemandangannya kayak gitu kok jadi penasaran pengen nyoba. Tapi saya juga tipe yang kalo weekend melungker aja di kasur n naik tangga 3 lantai udah capek, jadi ragu. Taun kemaren pernah trekking sendirian yang ga direncanakan di penang national park. Pas ngelakuin, santai aja ga capek. Besoknya baru kerasa kaki pegel2 XD
ReplyDeleteHi Rina,
DeleteYes pemandangannya emang bikin ngiler! Sama kayak aku anaknya males gerak banget, tapi karena pemandangannya worth buat disamperin jadi bela-belain deh :p
baru mampir lagi ke blog ini dan langsung rapel bacanya. saya kq gak capek bacanya liat daun yg cerah2 dan air sungainya. seandainya trekking ini dibuat vlog durasi 2 jam pun saya gak skip hahaha. semoga sehat terus, cerita jalan2 nya menginspirasi saya juga untuk melakukan hal yang sama melihat berbagai hal di belahan bumi.
ReplyDeleteSalam,
YUDi
Welcome back, Yudi. Glad being able to inspire you. Semoga terus enjoy baca cerita saya ya :D
Deletesalam kenal ya, Refky! Ah iri liat viewnya..hehe...pengin kesana Nov ini tp harganya msh 22 jt-an pp Jkt-Santiago lwt Sydney. Oh ya, klo mo rekomendasi trekking ke Nepal aja, banyak opsi dr sehari ampe 21 hr trekking jg ada...musti nyoba ABC cuma 7 hr atau EBC lebih lama...anyway, makasih sudah berbagi
ReplyDeleteSalam kenal juga!
DeleteWaduh 22juta mahal banget, kalo bisa cari rute lain aja atau potong-potong tiketnya siapa tau bisa dapet deals terpisah. Terima kasih sarannya, tapi abis trekking di Patagonia ini langsung ciut mau trekking apalagi di ABC itu. Liat dari pesawat aja deh udah happy rasanya :))
Very good weekend pack. Can hold a sleeping bag and pad, water reservoir my link, clothes and other hiking/camping necessities. Plenty of places to clip other items too.
ReplyDeleteSalam kenal mas, Saya ingin rencana ke Patagonia, untuk wanita solo traveling aman tidak yah disana. Bisa recommend hotel yg murah disana? Terimakasih
ReplyDeletesaya juga mau renc ke patagonia, cewe solo traveling, mgkn bisa bareng? sept akhir di puerto natales
Delete