Ini ibarat film udah ke-spoil ending-nya bakal kayak gimana, tapi lewat tulisan ini saya bakal coba mengenang apa yang terjadi, gimana terjadinya, kenapa terjadi (sepertinya), dan akhirnya gimana.
Caracas Airport, Venezuela
Dalam perjalanan liburan dalam rangka melakukan dua hal yang saya inginkan, yakni naik Etihad The Apartment ke New York dan nonton 2024 Summer Olympics di Paris, saya perlu tiket dari New York ke Paris. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk beli tiket Turkish Airlines dari Caracas, Venezuela ke Amsterdam via Istanbul. Niatnya New York ke Paris tapi jadi Caracas ke Amsterdam ini unik banget yah… Sebenernya yang saya pengenin itu Havana ke Amsterdam, tapi karena kelamaan mikir akhirnya Havana-Amsterdam-nya nggak ada, tinggal Caracas-Amsterdam yang padahal Havana-Caracas-Istanbul ini flight Turkish Airlines dengan kode yang sama. Saya tetep beli tiketnya karena pemegang paspor Indonesia bebas visa ke Venezuela, jadi lumayan bisa eksplor negaranya sedikit.
Karena rencana perjalanannya beranak pinak, saya akan menginap 1 malam di Caracas setelah terbang dari Santo Domingo di Dominican Republic.
Gundah gulana karena info dari supir taksi
Sekarang saya selalu memilih untuk pesan taksi ketika landing di kota yang transportasi umumnya jelek, daripada pusing harus cari-cari, nego, dan segala macemnya. Sehari sebelum kedatangan setelah pemesanan saya dikonfirmasi, driver-nya bilang kalo saya bakal datang di hari pemilunya Venezuela dan ada kemungkinan rusuh kalo oposisinya nggak menang. Kemudian dia bilang ada beberapa calon penumpangnya dari Pakistan yang dideportasi.
Setelah dapat info ini, saya berasa nggak tenang. Akhirnya saya menghubungi KBRI di Caracas (nomor WhatsApp: +58 412 2511 356) untuk meminta dokumen resmi bahwa pemegang paspor Indonesia bebas visa ke Indonesia karena ini saya udah coba cari online tapi gak ada sama sekali. Saya cuma berpegang pada beberapa cerita yang bilang bahwa bisa masuk ke Venezuela tanpa visa. Kemudian saya diberikan dokumen berikut dan menjadi lebih tenang.
Pengumuman resmi pemegang paspor Indonesia bebas visa ke Venezuela selama 90 hari
Namun sebenernya masih tetep gusar bahkan sampai kebawa mimpi. Kejadiannya mirip dengan waktu saya deg-degan ketinggalan pesawat pas mau ke Eropa pertama kali. Dan akhirnya beneran ada drama: saya ketinggalan pesawat.
Drama pembuka di Bandara Santo Domingo
Proses check-in tidak berjalan mulus karena petugas check-in bilang saya butuh visa. Begitu saya kasih lihat dokumen yang saya dapat dari KBRI, dia ngecek ke petugas yang lainnya dan akhirnya saya berhasil check-in.
Ketika sedang menunggu boarding, nama saya dipanggil ke gate dan dibilang bahwa saya butuh visa. Saya heran kok ditanyain lagi, tapi tetap sabar menjelaskan. Saya juga menekankan bahwa petugas check-in tadi sudah selesai verifikasi makanya saya bisa mendapatkan boarding pass. Namun petugas di gate ini tetap meminta saya untuk memiliki visa.
Penumpang mulai boarding dan masuk ke pesawat. Ketika proses boarding hampir selesai, petugas yang mengurus check-in saya datang ke gate dan ngobrol dengan petugas di gate. Akhirnya saya diperbolehkan boarding. Alhamdulillah! Kata salah satu petugas dia mengira saya pemegang paspor India yang harus memiliki visa.
Drama utama di border Caracas
Penerbangan berjalan lancar dan 1,5 jam kemudian mendarat di Caracas. Saya berjalan ke imigrasi. Ketika sedang mengantri, ada petugas yang menghampiri setiap penumpang yang berada di antrian “foreigners” untuk menanyakan detail tiket lanjutan, bukti reservasi hotel, dan meminta paspor. Ada beberapa orang yang diminta minggir terlebih dahulu.
Ketika semua penumpang pesawat sudah melewati imigrasi, tersisa 5 orang yang disuruh minggir dan menunggu. Satu per satu petugas menghampiri penumpang dengan memberikan kertas. Setelah mendapatkan kertas, penumpang menuju loket imigrasi dan kemudian berjalan menuju arrival hall/ baggage claim area. Saya penumpang terakhir yang masih disuruh menunggu. Mungkin ada sekitar 15 menit saya menunggu sejak tiba di antrian imigrasi hingga menjadi yang terakhir. Imigrasi sangat sepi karena waktu itu hanya pesawat saya yang mendarat. Lucunya pas saya lagi nunggu ada petugas yang berusaha diam-diam memotret saya, tapi keliatan. Saya pura-pura nggak tau.
Lima menit kemudian ada petugas dari SKYhigh Dominicana mendatangi saya untuk bertanya apakah saya memiliki bagasi atau tidak dan meminta boarding pass.
Tidak lama setelah itu ada petugas berseragam yang mendatangi saya sambil membawa kertas dan meminta saya mengikuti dia. Berbeda dengan penumpang lain yang kemudian ke loket imigrasi, saya dibawa ke pintu lain yang kemudian diminta meletakkan barang-barang saya di mesin x-ray. Setelah itu saya berjalan ke… departure area.
Pada titik ini saya menebak sepertinya saya nggak diizinkan masuk Venezuela dan mulai menyiapkan argumen. Saya bertanya ke petugasnya ini saya mau dibawa ke mana. Dia nggak banyak menjelaskan karena kayaknya Bahasa Inggris-nya terbatas. Hingga akhirnya kami tiba di gate pesawat SKYhigh Dominicana yang akan terbang ke Santo Domingo.
Ya, saya ditolak masuk ke Venezuela dan diminta langsung kembali terbang ke Santo Domingo.
Rasanya pengen nangis tapi air mata nggak keluar sama sekali karena saking kagetnya kok bisa saya ditolak masuk. Padahal pemegang paspor Indonesia tidak butuh visa untuk masuk Venezuela. Saya punya tiket keluar Venezuela yang ticketed dan confirmed. Saya punya reservasi hotel selama di Venezuela.
Ketika sedang menunggu di gate, petugas sedikit berbicara bahwa ini keputusannya sudah final dan saya tidak diizinkan masuk. Jelas bukan dia yang memutuskan karena dia terlihat berkomunikasi juga dengan orang-orang di luar sana via telepon. Saya coba tanya apakah boleh saya di bandara saja tinggalnya karena tiket saya kan berangkat keesokan harinya dari Venezuela. Katanya nggak bisa kalau harus ganti hari karena bandaranya tutup.
Ketika sudah di pesawat saya baru kepikiran untuk nanya ke petugasnya apa bisa kalo saya beli tiket hari itu juga dari Caracas ke Paris, destinasi saya selanjutnya. Harusnya bisa lebih murah dibanding harus balik ke Santo Domingo dulu. Pramugarinya bilang akan bantu tanya, namun ketika tidak lama kemudian saya diberi tahu bahwa hal tersebut tidak mungkin.
Penerbangan kembali ke Santo Domingo
Balik sedikit ke proses boarding di Caracas. Saat itu ada petugas SKYhigh yang menemani saya masuk pesawat. Tujuannya selain memastikan saya kembali terbang ke Santo Domingo adalah menagih harga tiket pesawat yang harus saya bayarkan. Kekeh banget berkali-kali bilang bahwa saya harus bayar. Sayangnya mereka hanya menerima uang tunai dan saya tidak punya USD300. Ada, tapi dalam kurs lain yakni Euro dan Poundsterling. Di aerobridge saya sampai kasih lihat uang cash yang saya punya dan diliatin orang-orang. Akhirnya dia bilang nanti saya bayarnya di Santo Domingo aja karena bisa bayar pakai kartu kredit dan ditambah di Caracas nggak ada ATM.
Sebelum masuk pesawat saya menanyakan nasib bagasi saya. Dia bilang bagasi saya nggak boleh dikirim balik langsung ke Santo Domingo. Sehingga harus “nginep” dulu di Caracas. Katanya alasan keamanan. Keamanan apalah nggak jelas banget. Berhubung saya belom tau plan saya bakal gimana, saya minta nomer WhatsApp dia untuk jaga-jaga kalo ada masalah dengan bagasi saya.
Selama di pesawat menunggu terbang saya mikir berikutnya harus ngapain. Hari itu tanggal 29 Juli dan saya harus tiba di Paris tanggal 31 Juli. Hotel di bandara Santo Domingo mahal dan kalau mau murah di kota airport transfer-nya cukup ribet. Akhirnya saya langsung memutuskan untuk terbang malam itu juga dari Santo Domingo ke Paris. Ada pesawat Air Europa yang akan takeoff dari Santo Domingo jam 8 malam dan tiba di Paris tanggal 30 Juli jam 4 sore. Awalnya sempet kepikiran untuk terbang langsung dari Caracas ke Paris supaya nggak perlu bayar USD300 lagi, makanya sempet nanya ke pramugari. Tapi karena ditolak, jadi mau nggak mau harus balik ke Santo Domingo dulu. Karena udah harus takeoff, saya nggak bisa beli tiket pesawat saat itu juga.
Di pesawat yang sama kembali ke Santo Domingo
Satu setengah jam kembali berlalu dan saya tiba di Santo Domingo jam 16.30. Hal pertama yang saya lakukan setelah mendarat adalah buka Google Flight dan cari tiketnya. Berhubung udah mepet banget, tiket cuma bisa dibeli di website-nya Air Europa. Alhamdulillah harganya masih masuk akal untuk tiket yang sangat last minute. Dan yang paling alhamdulillah adalah website Air Europa gak minta OTP jadi pembayaran saya langsung berhasil! Gak kebayang banget bakal se-stres apa kalo saya gak bisa beli tiket karena gak dapet OTP. Terlebih Indosat Ooredoo di Santo Domingo nggak nangkep sinyal sama sekali, jadi gak bakal bisa dapet OTP. Tolong lah siapa pun yang ngurusin per-OTP-an kartu kredit, bikin OTP bisa dikirim via WhatsApp!!! Udah jaman sekarang loh masih aja pake SMS.
Jadi saya sudah pegang tiket pesawat baru ketika pesawat lagi cari parkir. Ketika turun pesawat, ada petugas SKYhigh yang menunggu untuk menagih USD300. Petugasnya minta cash juga ternyata karena mereka gak bisa terima kartu kredit. Akhirnya saya dianterin ke imigrasi dulu kemudian dianterin ke money changer untuk menukarkan Euro dan Pounds saya ke US dollar.
Terbang ke Eropa
Alhamdulillah saya bisa dapet tiket last minute ke Paris via Madrid malam itu juga. Pesawat Boeing 787 terbang sekitar jam 8 malam dari Santo Domingo dan mendarat jam 11 siang di Madrid. Saking capeknya fisik dan mental, saya tidur hampir sepanjang 7,5 jam perjalanan dan cuma minum teh sekitar 1 jam sebelum mendarat.
Transit sekitar 3 jam lalu saya terbang ke Paris. Setelah 1,5 jam akhirnya saya mendarat di Paris. Alhamdulillah!!!
Gare du Nord dalam nuansa Paris Olympics 2024
Saya sampai di hotel sekitar jam 6 sore. Pengennya langsung rebahan dan tidur aja, tapi karena nggak punya bagasi jadi harus beli baju dan toiletries dulu.
Aftermath 1: drama bagasi
Karena bagasinya harus nginep di Caracas sementara saya bakal terbang malam itu ke Madrid, bagasi saya pasti nyusul.
Setibanya saya di Santo Domingo, saya langsung ke kantor SKYhigh untuk minta surat keperluan imigrasi seperti surat bagasi tertinggal dan receipt pembayaran USD300. Berdasarkan info yang petugas di Caracas berikan, yang saya perlu lakukan untuk mengirim bagasi saya ke Paris adalah dengan menginfokan petugas Air Europa kalau nanti akan ada bagasi kiriman dari SKYhigh. Gimana ngasih taunya kalo itu bagasi saya? Entahlah…
Makin nggak jelas begitu saya ngomong ke petugas SKYhigh di Santo Domingo yang walaupun helpful tapi sangat tidak insightful. Bahasa Inggris pun seadanya jadi nggak bisa diharapkan.
SKYhigh Dominicana office di Santo Domingo Airport
Missing baggage receipt yang sangat minimalis...
Kuitansi tiket pesawat akibat deportasi
Kemudian saya menuju ke tempat check-in Air Europa untuk mendapatkan boarding pass. Setelah dapat boarding pass saya memberitahukan (walaupun dengan bingung juga jelasinnya) tentang kondisi bagasi saya. Respon dia? Petugas SKYhigh yang harus datang ke Air Europa untuk kasih bagasinya. Nah loh?!
Check-in counter Air Europa
Singkat ceritanya aja deh walaupun sebenernya ini ternyata ribet dan sangat bingungin. Di suatu titik saya udah mikirnya bagasi saya bakal hilang. Banyak belanjaan baru pula yang baru dibeli di New York… yassalam. Namun ternyata keajaiban itu nyata: saya dapet WhatsApp dari petugas di Caracas dan petugas lost and found-nya SKYhigh kalau bagasi saya siap ditempelkan baggage tag Air Europa ke Madrid lalu lanjut ke Paris!
Tidak seperti bagasi tertinggal biasanya yang bisa dikirim ke alamat yang kita berikan, berhubung ini sistemnya sangat manual jadi saya harus ambil bagasinya sendiri di bandara Paris. Untungnya di hari kedatangan bagasinya saya lagi nggak ada acara jadi bisa nungguin. Begitu saya tiba di bandara Orly saya mencari petugas yang kemudian memberikan saya izin untuk masuk ke baggage carousel area. Alhamdulillah bagasi saya kembali 24 jam setelah terpisah!!!
Ini bener-bener sebuah keajaiban karena prosesnya yang menurut saya sangat tidak proper. Biasanya kalo bagasi tertinggal dikasih report-nya tuh yang dari World Tracer, sementara saya dapetnya surat manual yang lebih mirip ke kuitansi. Udah gitu ini airlines kecil nggak punya partner apa-apa, jadi bisa aja kalo petugasnya males ngurus, bagasi saya simply dibiarin. So many things could go wrong, tapi alhamdulillah pihak SKYhigh Dominicana ngurusin sehingga koper dan barang-barang saya masih rejeki saya dan cuma tertunda selama 24 jam.
Aftermath 2: penjelasan dari KBRI Caracas
Pada hari-H keberangkatan saya dari Santo Domingo ke Caracas saya WhatsApp-an dengan pihak KBRI, termasuk ketika petugas di gate meminta visa. Namun ketika di hari yang sama saya aktif ngabarin kondisi ketika saya berada di Caracas, sama sekali nggak ada respon. To be fair waktu itu emang weekend, jadi mereka balesin message saya pas ada issue di Santo Domingo juga udah appreciated. Cuma when you needed them the most… anyway ya udah mau diapain lagi.
Beberapa hari setelah saya tiba di Eropa pihak KBRI memberikan info tentang kondisi saya. Ternyata keputusan saya nggak bisa masuk ke Venezuela sudah ada sejak beberapa hari sebelum saya mendarat. Sepertinya pemerintahnya tau siapa aja yang akan datang ke Venezuela dan kalau dirasa akan “membahayakan” proses pemilu, akan nggak diizinkan masuk. Saya sempet baca berita juga kalo beberapa pers nggak dikasih izin masuk juga. Pemerintah macem apa ini?!
Tentang tanggal diambil keputusan, saya juga jadi ada “aha moment”. Di aerobridge sebelum terbang balik ke Santo Domingo saya minta dikasih lihat surat yang mereka dapetin dari pemerintah atas penolakan masuk saya. Saya lihat suratnya dibuat tanggal 25 Jul, sementara saya baru datang tanggal 28 Juli. Awalnya saya mikirnya ini salah ketik. Tapi ketika KBRI bilang keputusannya sudah ada dari beberapa hari sebelumya, jadi mikir mungkin emang beneran udah diputuskan.
Sebenernya jadi makin aneh sih kalo gitu kenapa mereka nggak actively ngasih tau ke pihak-pihak yang sekiranya bisa ngasih tau saya kalo emang nggak diizinin masuk, misal KBRI. Kan saya juga bisa lebih awal cari plan B-nya.
Aftermath 3: asuransi
Long story short, pihak asuransi saya yakni AXA, menolak claim saya dengan alasan tidak cover ditolak masuk suatu negara. Namun mereka tetap akan proses klaim saya mengenai bagasi tetinggal.
To be fair mereka baik sih karena walaupun on paper bagasi saya “ketinggalan” dari Santo Domingo ke Paris, tapi saya bilang ke mereka kronologi detail sehingga seharusnya mereka aware kalo sebenernya bagasi saya bermasalah karena isu Venezuela, negara yang merka bilang secara eksplisit nggak di-cover.
Selalu ada “untungnya”…
Seperti orang Indonesia pada umumnya yang setiap ada masalah selalu mencoba melihat sisi positif, ada dua “untungnya” yang bisa saya ambil.
Pertama saya jadi bisa nonton voli USA di Olimpiade. Pas jadwal pertandingan voli keluar jadwalnya nggak ada yang pas dengan waktu saya, karena dua pertandingan pertandingan babak grup pertama terjadi sebelum saya tiba di Paris, sementara pertandingan terakhir tabrakan dengan jadwal renang. Ketika tau saya tiba satu hari lebih awal, saya langsung cek tiketnya. Cukup drama karena high demand banget jadi muncul-hilang terus di website. Akhirnya di Madrid pas banget sebelum boarding pesawat ke Paris berhasil dapet.
Nonton voli ternyata seru walaupun riuh banget karena ada MC dan DJ!
Hal kedua adalah walaupun asuransi nggak bisa nanggung semua pengeluaran tambahan saya terutama tiket baru dengan alasan “tidak cover penolakan masuk suatu negara” (niatnya verifikasi dengan baca ulang polis tapi males), mereka tetep cover pengeluaran karena bagasi saya tertinggal.
Pas tiba di Paris nggak langsung dapet konfirmasi sih, tapi karena mau nggak mau harus beli baju juga, jadi ya saya sekalianin aja. Asuransi saya ini waktu itu royal banget urusan coverage reimburse bagasi tertinggal. Selama telat minimal 6 jam, bakal dapet Rp6,5 juta kalau beli paket platinum. Berkali-kali saya kejadian sehingga nggak lama setelah kesel bagasi ketinggalan, saya langsung senang karena berarti bisa belanja. Di Paris kemaren akhirnya begitu landing saya ke Uniqlo beli beberapa pakaian, terus sekalian ke toko souvenir Summer Olympics buat beli oleh-oleh. Klaim saya ada 2-3 barang yang ditolak katanya nggak relevan, tapi menurut saya sih sebenernya ditolaknya karena total belanjaan saya melebihi Rp6,5 juta :))
Belanja oleh-oleh yang partially dibayarin asuransi :))
Sayangnya kemaren pas beliin asuransi buat Ayah dan Mama saya ngeh kalau peraturan klaim bagasi ini udah berubah menjadi Rp1 juta per 4 jam dan maksimal Rp6 juta. Sehingga baru bisa dapet maksimal Rp6 juta kalau delay-nya 24 jam.
* * *
So yeah, begitulah cerita saya ditolak masuk Venezuela. Apakah saya kapok dengan Venezuela? Sebagai orang yang sudah banyak jalan-jalan dan sudah dewasa banyak mendapatkan pelajaran hidup, TENTU SAJA SAYA KAPOK DAN OGAH KE VENEZUELA! Mungkin saya bakal ke Venezuela kalo gratisan dan semuanya diurusin. Kalo bayar sendiri, kayaknya Venezuela bakal saya datengin setelah datengin semua negara yang bebas visa lainnya dulu. Mau ada Angel Falls kek, atau apapun objek wisata dan hal menarik di sana, gak ada yang sebanding dengan keselnya saya ditolak masuk. Masih banyak negara lain yang bisa saya datengin!
See you in a long time, Venezuela!
Sayangnya ini bukan satu-satunya pengalaman saya ditolak masuk ke suatu negara karena ada lagi kejadian lain. HADEEEH makin ke sini kenapa makin drama jalan-jalannya?!
No comments:
Post a Comment